Postingan

Menampilkan postingan dari Juli, 2013

Lara Warga Negeri Antara (1)

Lara Warga Negeri Antara (1)  *Dulu Bersama Keluarga, Kini Bersama di Tenda MALIKI tak pernah menyangka, gempa 6,2 SR yang mengguncang Aceh Tengah dan Bener Meriah, Selasa (2/7) lalu, telah mengubah hidupnya. Lelaki itu kini menjalani hari-harinya di bawah tenda seadanya di kaki bukit Desa Bah, Kecamatan Ketol, Aceh Tengah. Desa berjarak 50 kilometer dari Takengon ini ikut diguncang gempa. Empat anak di desa itu ditemukan tewas tertimbun tebing bukit yang longsor. “Seminggu terakhir dia ingin tidur sama ine (ibu). Padahal, dia sering bersama kakek dan bibinya,” kata Maliki tentang anaknya kepada Serambi yang memasuki Desa Bah, Sabtu (6/7) lalu, empat hari pascagempa. Ia tak kuat menahan tangis saat mengisahkan hari-hari terakhir perpisahan dengan anaknya.  Rian (10), sang anak, diketahui hilang setelah anak-anak lain yang ikut mandi bersamanya sudah pulang ke rumah sore hari setelah gempa. “Sampai magrib kami tunggu juga tidak pulang. Dua hari kemudian barulah ditemukan,” uja

Lara Warga Negeri Antara (2-Habis)

Lara Warga Negeri Antara (2-Habis) * Bertahan Bersama Dinginnya Malam SIANG itu langit di atas Kecamatan Wih Pesam, Bener Meriah mendung, disertai rintik hujan. Udara dingin dengan temperatur sekitar 14 derajat Celsius, sesekali menusuk pori-pori kulit. Rafi Nasri, balita berusia 2,5 tahun itu tertidur pulas. Selimut tebal membalut tubuh mungilnya dalam ayunan. “Tadi malam hujan di sini. Si Adek kedinginan,” kata Marlina (30), ibunda Rafi. Wanita ini menyelimuti tubuh Rafi hingga yang kelihatan wajahnya saja. Marlina melakukannya agar balita itu terlindung dari dinginnya embusan angin pegunungan yang masuk ke tenda pengungsi. Sejak delapan hari lalu, ia bersama anaknya tinggal di tenda Posko Pengungsian Desa Suka Ramai, Kecamatan Wih Pesam, Bener Meriah. Bersamanya juga ada 17 kepala keluarga lain yang memilih mengungsi setelah rumah mereka ambruk dan rusak parah diguncang gempa 6,2 SR, Selasa (2/7) lalu. Saat Serambi yang menyambangi kamp pengungsian itu Selasa (7/7) lalu, mendapa

Serempah, Kampung yang Hilang (1)

Gambar
Membentuk Kawah Raksasa, Menimbun 11 Warga SEREMPAH, desa di kaki bukit itu kini hanya tinggal kenangan. Gempa berkekuatan 6,2 skala richter yang menguncang Aceh Tengah dan Bener Meriah Selasa (2/7) lalu telah melenyapkannya dari peta bumi. Tragedi kemanusiaan di Serempah menyisakan duka mendalam bagi penduduk setempat. Belasan rumah, harta benda, dan fasilitas publik hilang tak berjejak tertimbun longsoran tanah. Longsoran itu membentuk kawah raksasa berdiameter sekitar 500 meter persegi dengan kedalaman sekitar 100 meter. Bila dilihat dari atas bukit, persis menyerupai lokasi meteor jatuh dari langit.  Tidak hanya rumah, di dasar tanah bekas runtuhnya Serempah terdapat 11 warga tertimbun. "Baru empat orang yang sudah ditemukan. Tujuh lainnya masih dalam pencarian," kata Marzuki (35), seorang warga yang ditemui Serambi di lokasi, Sabtu (6/7).  Desa Serempah terletak di Kecamatan Ketol, Aceh Tengah. Di sini kanan dan kiri diapit tebing dan bebukitan terjal. Di ba

Serempah, Kampung yang Hilang (2)

Serempah, Kampung yang Hilang (2) * Tanah Amblas Kubur Ibu dan Anak MUKMIN kelihatan lelah di bawah sengatan matahari. Di wajahnya menempel butiran debu dengan kulit tampak lebam. Siang itu ia hanya bisa duduk diam, menatap kawah raksasa di depannya yang terbentuk setelah Desa Serempah, Kecamatan Ketol, Aceh Tengah ambruk ke dasar bukit pascagempa 6,2 SR mengguncang Aceh Tengah dan Bener Meriah, Selasa (2/7) lalu. Bagi Mukmin kawah raksasa berdiameter 500 meter persegi dengan kedalaman sekitar 100 meter itu menyimpan cerita yang tak bisa dilupakan. Di dasar kawah itulah, ia menemukan ibunya, Nawani (35) bersama adiknya, Rahdiko (1) tertimbun runtuhan tanah Desa Serempah. "Waktu ditemukan ibu lagi menggendong adik," kata mahasiswa Universitas Gajah Putih, Takengon itu. Mukmin seolah masih tak percaya tragedi runtuhnya Desa Serampah telah merenggut kedua orang terdekat dalam hidupnya. Saat ditemui Serambi, Sabtu (6/7) lalu, ia baru saja mengangkut barang-barang yang tersisa d

Serempah, Kampung yang Hilang (3-Habis)

Serempah, Kampung yang Hilang (3-Habis)  * Suara Peluit Isyarat Penemuan Korban  "Priiiittt... Priiiiittt... Priiiitt...," bunyi peluit dari dasar kawah. Agolo, Safety Officer Badan SAR Nasional (Basarnas) kaget dan bangun dari tempat duduknya. "Siapa itu, siapa yang tiup peluit?  Coba cari tahu, dan pastikan di mana posisi itu," katanya lewat Radio HT (handy talky) orange, warna khas Basarnas. Agolo tampak berdiri dengan posisi siaga. Matanya awas memandang ke dasar 'kawah jadian' dari atas ketinggian 100 meter. Selang beberapa detik kemudian bunyi peluit yang sama kembali terdengar dari arah longsoran  Desa Serempah, yang ambalas ke dasar bukit hingga membentuk kawah raksasa pasca gempa bumi 6,2 SR pada Selasa (2/7) pekan lalu. Bunyi itu terpancarkan dari reciver HT yang dipakai Tim Basarnas yang tengah mencari tujuh korban tertimbun runtuhan tanah Desa Serempah, Kecamatan Ketol, Aceh Tengah. "Ada bau mayat, ada belatung," suara dari

Jalan Panjang Menuju 120 (2-Habis)

Gambar
Jalan Panjang Menuju 120 (2-Habis) 'Tunggu Jangan Coret Dulu' KONFLIK regulasi yang melilit KIP Aceh sejak awal dimulainya tahapan Pemilu Legislatif 2014 menuai banyak rintangan dan perdebatan. Kondisi ini pula yang dirasakan para komisioner KIP. Tak terkecuali Ketua KIP Aceh, Ridwan Hadi, yang baru saja resmi dilantik sebagai Ketua KIP Aceh pada 24 Mei lalu, bersama enam anggota komisioner lainnya. "Persoalan ini benar-benar membuat kami dilematis. Kami memulai tugas di tengah masa verifikasi caleg berlangsung. Sejak itu pula kami mendapat banyak telepon dari KIP kabupaten kota soal kepastian hukum tentang kuota caleg di Aceh," ujar Ridwan Hadi kepada Serambi. Di tengah kondisi yang terjepit itu, komisioner KIP tidak putus asa. KIP terus berupaya menagih janji KPU agar mengeluarkan keputusan tertulis soal kuota 120 persen untuk Aceh. Seusai dilantik gubernur dan mendapat pembekalan akhir Mei lalu di Jakarta, komisioner KIP menghadap Ketua KPU Pusat Husni Kamil

Jalan Panjang Menuju 120 (1)

Gambar
Inilah suasana detik-detik anggota komisioner KIP Aceh mematangkan naskah rancangan keputusan Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh Nomor 05 Tahun 2013 sebelum diteken. Keputusan KIP ini berisikan tentang pengajuan bakal calon anggota DPRA dan DPRK dari partai politik dan partai politik lokal maksimal 120 persen dari alokasi kursi untuk setiap daerah pemilihan. "SK KIP ini tidak lahir serta merta, tapi sudah melalui proses panjang dan lama," ujar anggota KIP Aceh Robby Syah Putra dalam konfresni pers kepada wartawan, Rabu (12/6). Keputusan KIP menerbitkan SK Nomor 05 tersebut adalah tindakan "nekat" dalam memecahkan persoalan regulasi Pemilu Aceh yang selama ini terus bergulir ke publik dan seolah tak menemui titik terang. SK Nomor 05 ini pula yang kemudian mengubah wajah pemilu di Aceh semakin kontras berbeda dengan pelaksanaan pemilu di provinsi lain. Bila di provinsi lain setiap partai hanya dapat mendaftarkan calegnya 100 persen dari jumlah kursi di set