Masjid Teuku Umar, Lambang Perjuangan Rakyat Aceh
JARUM jam menunjukan pukul 12. 20 Wib. Suara lantunan ayat suci Alquran mulai berkumandang. Sesaat menjejakkan kaki di depan pintu masuk, langsung merasakan suasana berbeda. Adem, nyaman dan syahdu. Lantainya yang beralaskan marmer berkualitas tinggi, memberi rasa dingin dan segar di kulit.
Beberapa orang memilih tiduran di pojok ruangan. Mereka tampak pulas di bawah hembusan kipas angin. Suasana ini setidaknya Serambi rasakan saat memasuki Masjid Baitul Musyahadan atau Masjid Teuku Umar, di kawasan pinggiran jalan raya Setui, Banda Aceh, Kamis (6/6) kemarin. Awalnya suasana masih sepi. Hanya beberapa jamaah lelaki yang mulai berdatangan, dan seorang jamaah wanita. Dari dalam masjid jelas terdengar suara cericit burung walet. Kedengaran jernih saling berlomba dengan lantunan ayat suci Alquran dipancarkan dari pengeras suara di atas menara kubah masjid. Di antara beberapa jamaah yang mulai datang, ada seorang lelaki tua, yang Serambi temui di dalam masjid. Seusai melaksanakan shalat tahyatul masjid, lelaki ini menuju ke sebuah ruangan di samping mihrab atau dekat posisi imam memimpin shalat. Serambi mencoba menanyakannya beberapa informasi tentang masjid ini.
"Saya belum bisa memberi keterangan. Sebab, sekarang semua pengurus masjid bersama rombongan sudah keluar daerah. Sebab ini hari libur. Mereka seperti liburan begitu," kata lelaki itu. Belakangan ia memperkenalkan diri sebagai salah satu pengurus masjid. Dari usianya, lelaki ini kelihatan sudah lama menjadi khadam.
"Saya salah satu orang tua, yang sudah lama juga di sini," sebutnya.
"Tapi kalau tidak ada pengurus, saya tidak bisa kasi tau iformasinya, karena nanti tidak baik melangkahi. Coba saya menghubungi pengurusnya," kilah bapak tua itu.Mendapati informasi itu, Serambi hanya bisa mengamati saja ruangan masjid. Berjalan ke beberapa sudut, sambil menjepret beberapa angle untuk dokumen foto. Ternyata ada banyak pemandangan yang menarik dari sisi interior masjid ini. Lihat saja misalkan di bagian mihrabnya yang tampak lumayan eksotik dengan latar belakangn cat warna hijau. Ada tulisan "Allah" dalam bahasa Arab berukuran besar di sisi dalam mihrab semakin menambah nilai kekhusyukan jamaah. Tak jauh dari mirab ada satu mimbar yang biasanya digunakan untuk khatib atau penceramah menyampaikan tausyiahnya. Meski tampak tak terlalu besar, namun warna dan ukirannya sangat indah. Tidak hanya itu. Ada juga dua buah "jam berdiri" di sisi kanan dan kiri mihrab. Sementara tepat di bagian atas mimbar terlihat satu relife timbul berbentuk kupiah pahlawan nasional Teuku Umar, atau lebih popoler disebut Kupiah Meuketop. Di bagian atas Kupiah Meuketop terdapat satu bulan sabit sebagai simbol keislaman. Secara umum permukaan Kupiah Meuketop ini dicat warna warni. Ada merah, hitam, hijau dan kuning. Terlihat begitu indah. Perlu juga diketahui Kupiah Mengetop yang di dekat mirab imam ini, lebih kecil dibandingkan dengan yang berada di atas bangunan masjid. Kupiah Meuketop yang berada di atas bangunan masjid dijadikan sebagai kubah utama masjid yang kemudian menjadikan ciri khas tersendiri dari Masjid Baitul Musyahadah atau lebih dikenal dengan Masjid Teuku Umar (baca selintas sejarah).
Masih dari dalam masjid, Serambi juga menyaksikan ada empat buah pintu Aceh (Pintoe Aceh) dalam ukuaran besar. Dua di samping kiri mihrab dan dua lainnya di samping kanan. Empat Pintoe Aceh yang melambangkan adat keacehan terbuat dari besi (plat). Posisinya kontras terpajang di dinding utama masjid dalam balutan kuningan.
Berdiri kokoh
Dari segi arsitektur Masjid Baitul Musyahadah dibangun dua lantai yang ditopang dengan puluhan tiang besar dan kokoh. Bila dilihat dari luar, masjid yang berdiri di lahan sekitar 3 Ha ini memiliki beberapa fasilitas. Seperti tempat whuduk laki-laki dan perempuan yang representatif dan lahan parkir yang luas.
Dalam kesehariannya, masjid ini juga dipakai untuk mendirikan shalat jamaah lima waktu. Untuk mendukung kegiatan itu, pengurus Badan Kemakmuran Masjid (BKM) telah menetapkan jadwal imam dan muazin. Salah satu imam yang juga kerap memimpin shalat jamaah adalah Ustaz Zamhuri Al Hafiz, yang merupakan imam Masjid Raya Baiturrahman.
"Masing masing ada sekitar tujuh orang imam dan muazzin yang menjalankan tugasnya secara bergantian," kata Ustaz Faisail yang dihubungi Serambi. Saat dihubungi Wakil Sekretaris Pengurus Masjid Baitul Musyahadah ini masih berada di Sigli. Selain itu, menurut Ustaz Faisal, Masjid Baitul Musyahadah juga menjalankan beberapa kegiatan berwawasan keislaman seperti pengajian. Misalkan ada pengajian figh, yang digelar pada Senin malam. Pengajian ini diasuh Ustaz Thamlica Hasan Lc. Pengajian yang sama untuk ilmu tauhid juga dilakukan pada Kamis malam di bawah asuhan Ustaz Samsul Bahri M Ag.
Sumber ekonomi
Selain program wawasan keislaman, juga ada beberapa kegiatan keorganisaian lainnya yang berada di bawah BKM. Seperti taman kanak-kanak alquran (TKQ), taman pendidikan alquran (TPQ) dan ta'limul qur'an lil-aulad (TQA) serta baitul mal. Semua oraganisasi ini bermarkas di Masjid Baitul Musyahadah.
Sebagai sarana publik, Masjid Baitul Musyahadah punya fungsi sosial kemasyarakatan. Masjid ini sering juga dipakai sebagai tempat melangsungkan pernikahan, kegiatan Isra' Mikraj, khanduri sampai menjadi tempat persinggahan jamaah tabligh. Bahkan di beberapa sudut pintu keluar, kerap terlihat beberapa pria bersorban dengan pakaian gamis menajajakan berbagai barang dagangannya. Seperti yang Serambi saksikan Kamis kemarin. Dua pria itu menggelar dagangan mereka pas di depan pintu keluar masjid. Beberapa dagangan yang mereka jual seperti minyak wangi, kopiah, tasbih, obat-obatan, baju koko, kaca mata, vcd islami, bahkan sampai siwak. Dengan kata lain, masjid Baitul Musyahadah juga menajdi sumber ekonomi bagi jamaah. Meskipun tak ada yang membeli, namun kedua pria itu sangat ramah melayani setiap jamaah yang keluar. Walau hanya sekedar melihat-lihat saja. (ansari hasyim)
---------------
Selintas Sejarah
BILA melihat kubahnya dari luar pasti orang berpikir bangunan ini bukanlah sebuah masjid. Pengalaman ini pula yang disampaikan pengurus Masjid Baitul Musyhadah Ustaz Faisal kepada Serambi.
"Dulu ada orang dari Malaysia datang. Dia pikir itu bangunan candi karena kubahnya yang begitu. Tapi pas waktu dia masuk ke dalam ternyata sudah terdengar suara azan. Baru dia sadar ternyata itu adalah masjid," katanya. Pengalaman itu terjadi beberapa tahun lalu. Memang agak sedikit masuk di akal bila ada orang luar Aceh melihat sesuatu yang berbeda dari masjid ini. Namun fakta itulah yang membuat Masjid Baitul Musyhadah ini terkesan unik dan berbeda dari masjid lainnya.
Hasil penelusuran Serambi dari beberapa literatur Masjid Baitul Musyahadah mempunya beberapa filosofi.
Dalam sejarah pembangunannya, arsitektur masjid ini dikonsep cendekiawan Aceh Profesor Ali Hasjmy. Ketika itu Ali Hasjmy menjabat Gubernur Aceh periode 1957-1964. Dilihat dari segi bangunannya masjid ini berbentuk segi lima yang melambangkan pancasila dan lima rukun Islam.
Menurut Ustaz Faisai sebelumnya hanya ada satu mushalla di sekitar lokasi masjid. Namun baru pada tahun 1979, mushalla yang menurut informasi bernama Al-Iklash diubah dengan membangun sebuah masjid. Perubahan nama ini terjadi pada Senin 9 Jumadil Awal 1414 Hijriah atau 25 oktober 1993.
Keunikan masjid ini justru terletak di bagian kubahnya yang berbentuk Kupiah Meukutop.
"Kupiah Meukutop ini lambang kegigihan dan keberanian pahlawan Aceh saat masa penjajahan dulu. Ini juga melambangkan kebesaran raja-raja Aceh pada masa itu," ujar Ustaz Faisal. Masjid Baitul Musyahadah diresmikan oleh Gubernur Aceh Prof Dr H Syamsuddin Mahmud pada Senin 9 Jumadil Awal 1414 H atau bertepatan pada 25 Oktober 1993. Bukti peresmian itu diukir dalam satu prasasti yang dipajang di salah satu dinding masjid bernama "Piagam Baitul Musyahadah". (ansari hasyim)
Komentar
Posting Komentar