REPORTASE LAPANGAN

Melihat Lebih Dekat Misi USNS Mercy di Perairan Ulee Lheue (1)

Ebit Meleh Kini Sudah Bisa tersenyum

Nama USNS Mercy dikenal luas di Aceh dan Nias. Rumah Sakit Terapung milik Angkatan Laut Amerika itu telah mengobati seratus ribu lebih pasien korban tsunami, termasuk di Aceh. Apa istimewanya kapal itu dan bagaimana para pasien bisa sampai kesana?

LELAKI itu menggendong anaknya yang masih berusia tiga tahun. Matanya nanar menatap ke sejumlah wartawan yang datang siang itu. Tidak seperti hari-hari yang lalu, Budi Sigih (33), lelaki asal Kepulauan Nias, Sumatera Utara, harus menemani buah hatinya yang tergolek di atas bangsal.

"Sekarang Ebit sudah sedikit baik kondisinya. Tinggal menunggu kesembuhan saja," kata Sigih dengan suara lirih kepada wartawan. Dari raut wajah lelaki bertubuh ceking itu menyimpan secercah harapan. Dia berharap anak semata wayangnya itu dapat kembali pulih setelah menjalani operasi seminggu yang lalu.

Ebit Meleh (3) adalah satu diantara 7 pasien asal Nias yang menjalani rawat inap (care ward) di Kapal Rumah Sakit Terapung Angkatan Laut AS, USNS Mercy, yang sejak Minggu (23/7) lego jangkar di perairan Ulee Lheue, Banda Aceh. Ebit harus menjalani operasi karena kesulitan buang air besar. Anus bocah itu mengalami penyempitan sejak lahir.

Para medis di rumah sakit itu telah melakukan operasi pembesaran lubang anus bagi bocah itu, sekitar seminggu lalu. Saat ditemui wartawan, Ebit terlihat mendekap erat tubuh ayahnya. Kepala bocah itu bersandar di pundak sang ayah.

“Setelah menjalani operasi kondisinya sudah sedikit membaik. Dia tidak lagi harus berbaring di bangsal seperti para pasien asal Nias lainya," kata seorang para medis di ruang bocah itu dirawat.

Menurut keterangan para medis, saat lego jangkar di perairan Ulee Lheu, USNS Mercy turut serta membawa 7 pasien dari Nias yang masih harus mendapat perawatan lanjutan. Umumnya, para pasien ini telah menjalani parawatan pertama pada saat kapal rumah sakit itu merapat di Kepulauan Nias sekitar 12 Juli lalu.

Selain Nias, USNS Mercy juga merapat di perairan Pulau Simeulu dalam misi serupa. Namun, karena waktu yang sangat singkat, beberapa pasien yang tidak selesai menjalani pengobatan di Nias, dibawa bersama ikut ke Aceh.

"Apabila nanti kondisi mereka sudah membaik, kita akan kembali mengantarnya ke daerah asal," kata Executive Officer USNS Mercy, Villareal. Khusus di Aceh, USNS Mercy akan menjalani misi kemanusiannya selama delapan hari. Selanjutnya, kapal berdinding serba putih dan memiliki panjang 894 kaki itu akan melanjutkan perjalanannya ke Kupang, Tarakan dan Timur Leste.

Misi utama yang diusung adalah memberikan berbagai pelayanan medis bagi para pasien yang berada di kawasan itu secara gratis. "Ini merupakan bagian dari penugasan kemanusian selama lima bulan untuk wilayah Pasifik Barat dan Asia Tenggara. Sebelum ke Indonesia, USNS Mercy baru saja melakukan misi yang sama di Philipina dan Bangladesh," kata Kepala Staf Angkatan Laut Amerika, Admiral Mike Muller.

Selama di perairan Aceh, UNSN Mercy juga melakukan berbagai kegiatan lain, termasuk memberikan pelatihan kepada sekitar 45 personil TNI di bidang respon bencana yang terdiri dari para dokter dan perawat.

"Pelatihan ini berlangsung selama tiga minggu. Kami juga melakukan pengobatan dan sunatan massal, termasuk pelayanan kesehatan individu. Yang jelas banyak pengalaman baru yang kami dapat di sini," kata Letkol Laut Heri Priyatno yang menjadi Koordinator Tim TNI di Kapal USNS Mercy.

Kesempatan para wartawan mengunjungi USNS Mercy kali ini tergolong istimewa. Karena dalam waktu bersamaan awak kapal itu juga kedatangan Dubes Amerika Serikat untuk Indonesia, B Lym Poscoe. Selain Dubes, turut serta dalam rombongan Kepala Pusat Kesehatan TNI Marsekal Muda A Hidayat, Sekda Aceh, Husni Bahri TOB dan Kepala Dinas Kesehatan Aceh, Dr Anjar Asmara.

Poscoe menyebutkan kehadiran Mercy di Indonesia merupakan suatu kebanggaan bagi pihaknya. "Ini adalah misi yang amat istimewa bagi kami dapat kembali membantu penduduk di sini," katanya dalam keterangan pers kepada wartawan.

Menurutnya, pasca bencana gempa dan tsunami akhir Desember 2004 lalu, Kapal Rumah Sakit Angkatan Laut AS itu juga telah menunjukan kemampuanaya membantu pengobatan bagi para korban tsunami di Aceh.

Sentuhan Kasih Sayang

Dari keterangan resmi yang dikeluarkan Kedutaan Amerika di Jakarta, USNS Mercy yang berpangkalan pusat di San Diego, California, telah memberi pelayanan medis kepada 107.000 pasien korban tsunami, baik di Aceh maupun beberapa kawasan lainya yang terkena bencana alam itu.

Kali ini USNS Mercy kembali lagi ke perairan Aceh dengan misi yang sama. Setidaknya, hingga tanggal 23 Juli lalu ada 40 pasien dari dari berbagai daerah Aceh yang bakal menjalani pengobatan gratis. Umumnya, para pesien ini berasal dari keluarga tidak mampu dari desa terpencil di provinsi paling ujung pulau Sumatera itu.

Untuk proses pengiriman pasien, USNS Mercy berkerjasama dengan berbagai LSM. Salah satunya LSM asing, International Organization for Migration (IOM). NGO ini yang melakukan pendaftaran nama pasien yang akan diberangkatkan ke kapal itu untuk memperoleh perawatan.

Paul Dillon, Juru Bicara IOM mengatakan, guna memudahkan keluarga pasien, IOM membuka sembilan kantor perwakilan (Information Councelling And Reference Center) di sejumlah kabupaten/kota. Di lembaga ini para pasien didaftar sebelum diberangkatkan ke Kapal USNS Mercy melalui dermaga Ulee Lheu, Banda Aceh.

"Selain memfasilitasi pasien, lembaga ini juga mengemban tugas memberi konseling kepada pasien dengan bantuan lima orang staf medis di setiap kantor," jelas Dillon yang mengkoordinir langsung proses pengiriman para pasien dari Aceh itu hingga sampai ke USNS Mercy.

Para pasien ini dibawa melalui jalan darat. Sesampai di pelabuhan Ulee Lheu, pasien di jemput tim marinir AS menggunakan kapal motor menuju USNS Mercy. Saat ditemui wartawan sekitar pukul 12.00 WIB, semua pasien sudah berada di ruang tunggu untuk menjalani pemeriksaan medis.

Mereka terdiri dari orang dewasa, remaja dan anak-anak dengan seorang pendamping (escort). Semuanya memakai masker yang menutupi sebagian wajah. Di ruang itu juga tampak ada pasien yang menggunakan kursi roda. Mereka ini pasien yang mengalami patah tulang yang akan menjalani operasi.

Seorang para medis bernama Cowther menyebutkan, sebagian besar pasien yang mendapat perawatan adalah mereka yang menderita beberapa keluhan. Antaranya katarak, hernia, bibir sumbing dan tumor.

"Hari ini kami sudah menerima 40 pasien dari seluruh Aceh yang akan menjalani perawatan medis di sini. Mereka semuanya akan menjalani pemeriksaan oleh dokter," kata petugas medis itu.

Dari puluhan pasien itu, terdapat Tazul Fauzi (2), seorang anak yang menderita hernia. Tazul didampingi ibunya, Khatijah (33), warga Aceh Tengah. Menurut dia, ini adalah kali pertama anaknya mendapat perawatan sejak penyakit tersebut menyerang bocah itu.

“Secara umum, dia tampak sehat. Namun, bila penyakitnya kumat, dia sangat sulit untuk berjalan dan merintih kesakitan," kata Khatijah yang duduk di barisan ketiga dari puluhan pasien lainya yang tengah menunggu pemeriksaan dokter.

Menurut diagnosa dokter, bocah itu akan menjalani operasi. "Doakan dia semoga baik-baik saja," pinta Khatijah kepada wartawan yang menemuinya. Dari wajah ibu itu tergambar harapan yang besar anaknya bisa segera sembuh. Khatijah mengaku menaruh harapan besar bagi kesembuhan anaknya di tangan dokter USNS Mercy.

"Kalau berobat ke rumah sakit saya tidak mampu. Di sini saya berharap Tazul bisa sembuh. Kasihan sekali dia selalu menangis saat panyakitnya kumat," kata ibu itu sambil menyeka air mata.

Para pasien sangat merasakan adanya kenyamanan dan sentuhan kasih sayang dari para medis yang merawat mereka. Tentunya ini tidak pernah mereka dapatkan sebelumnya di rumah sakit di daratan Aceh. (*)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Selingkuh, Pejabat dan Istri Simpanan

Gie, Dona Dona dan Aku