Ketika Kopi dan Pala Bersanding

Ketika Kopi dan Pala Bersanding * Berdamai Pascarusuh Popda 2012 JARUM jam menunjukkan pukul 10.30 WIB. Suasana ruang Serbaguna Stadion Harapan Bangsa, Lhong Raya, Banda Aceh, berbeda dari biasanya. Sejumlah lelaki berpakaian PNS di ruangan itu tampak sibuk. Di antaranya ada yang sedang menunggu tamu. Beberapa lainnya mempersiapkan acara. Sementara di bagian depan ruangan puluhan kursi tertata rapi. Hampir semuanya sudah terisi. Sebuah baliho besar dipajang menjadi latar tempat acara berlangsung.“Assalamualaikum,” ucap Gubernur Aceh Zaini Abdullah yang baru saja turun dari mobil. Zaini disambut beberapa pejabat. Di antaranya Bupati Aceh Selatan, HT Sama Indra SH dan Bupati Aceh Tengah, Drs Nasaruddin dan lainnya. Kehadiran Gubernur Senin (3/6) kemarin di ruang Serbaguna Stadion Harapan Bangsa, Lhong Raya, sangat bersahaja. Mantan menteri Luar Negeri GAM ini didaulat menjadi juru damai dalam kasus kerusuhan massa saat berlangsungnya Pekan Olahraga Pelajar (Popda) di Banda Aceh, 27 Juni 2012. Bentrokan ini melibatkan kontingen dua daerah, Aceh Selatan dan Aceh Tengah. Ratusan pelajar dan mahasiswa dari kedua daerah tersebut terlibat aksi saling serang di Taman Ratu Safiatuddin, Lampriek, Rabu (27/6) dini hari. Tak ada korban jiwa dalam peristiwa tragis itu, namun 48 unit sepeda motor hangus. Peristiwa ini menggemparkan Banda Aceh, Aceh Tengah dan Aceh Selatan. *** Kini hampir setahun peristiwa itu berlalu. Berbagai cara ditempuh untuk mendamaikan kedua belah pihak. Puncaknya, Senin kemarin. Ruang Serbaguna Stadion Harapan Bangsa, Lhong Raya, menjadi saksi bisu atas perdamaian itu. Di antara para undangan tampak Drs Tgk H A Rahman Kaoy. Ia adalah Wakil Ketua Majelis Adat Aceh (MAA). Rahman Kaoy diundang untuk mempeusijuek (menepungtawari) kedua belah pihak. Peusijuek adalah upaya membuat sesuatu menjadi dingin. Diharapkan peristiwa serupa tak lagi terulang. Prosesi peusijuek ini dilakukan terhadap Faisal Muthaladi, korban dari Aceh Tengah, dan Rafly selaku tokoh masyarakat yang mewakili Aceh Selatan. Peusijuek diakhiri dengan saling berjabat tangan. Keduanya juga berpelukan. Tak hanya itu. Ada pemandangan istimewa dalam proses perdamaian kemarin. Gubernur Zaini Abdullah secara spontan melakukan hal yang sama. Ia mengajak Sama Indra dan Nasaruddin berjabat tangan. “Ini sebagai simbol perdamaian,” kata Gubernur. Ia tersenyum sambil memalingkan wajahnya ke arah para undangan. Saat berbicara di atas podium, ada guratan keprihatinan di raut wajah Zaini. Ia menyesali peristiwa bentrokan itu terjadi. “Bukan soal berapa besar materi yang hilang. Tapi ini adalah soal kekompakan. Aceh butuh persatuan untuk menuju ke arah yang lebih baik,” ujarnya. Hal yang lebih menyedihkan, peristiwa itu melibatkan generasi muda, kalangan mahasiswa dan pelajar. Tapi semua kejadian itu sudah berlalu. “Jangan terulang kembali,” ucapnya. Pemerintah juga menyediakan Rp 418 juta untuk mengganti 48 sepeda motor yang hangus. Komposisinya: 50% ditanggung Pemerintah Aceh, sedangkan masing-masing 25% ditanggung Pemkab Aceh Selatan dan Aceh Tengah. Kemarin secara simbolis, Gubernur menyerahkan uang tunai itu kepada dua korban. Suasana perdamaian juga tampak kental dari pidato para pejabat dari dua daerah itu. Misalkan, pidato Bupati Aceh Selatan HT Sama Indra. Ia mengatakan Aceh Selatan terkenal dengan produksi pala. Sedangkan Aceh Tengah terkenal dengan kopi. “Kakanda dari Aceh Tengah kalau berkenan kirimlah kopi untuk kami. Tapi seandainya bupati butuh bibit pala kami akan mengirimnya untuk bupati,” kata Sama Indra. Pernyataan itu seolah menyimbolkan ada hubungan yang terekat kembali di antara kedua daerah pascabentrokan terjadi. Lalu Sama Indra melanjutkan, tidak ada yang benar dan tidak ada yang dibenarkan atas apa yang telah terjadi. “Juga tidak ada yang salah, dan disalahkan,” katanya. Bupati Aceh Tengah Nasaruddin tak tinggal diam. Saat berpidato ia balas, “Jangankan kopi, kampung pun kami bersedia mengirim. Di Aceh Selatan ada kampung Gayo namanya,” ungkap Nasaruddin. Dia berharap pascadamai kemarin hubungan Aceh Selatan dan Aceh Tengah kembali bersemi. Semangat perdamaian yang sudah ada harus terus terpelihara. “Jangan ada lagi benih-benih permusuhan di antara kita. Apalagi ke depan juga akan ada Pekan Kebudayaan Aceh. Damai ini harus terus dipelihara,” ujarnya. Semangat para tokoh dari Aceh Selatan dan Aceh Tengah ini mendapat apresiasi semua pihak. Termasuk dua korban, Harjulis (20) dan Aulia Mustafa Kamal. “Senang, semuanya sudah selesai. Semoga ada hikmahnya,” kata Aulia. Mahasiswa FMIPA Unsyiah semester akhir ini menemukan sepeda motor miliknya hangus pada malam nahas itu. Namun, semangat damai ini ternyata meninggalkan kegusaran bagi Muhammad Basyir. Ia hanya bisa menerima pasrah semua proses yang berjalan. “Kami tidak dilibatkan dalam proses perdamaian ini. Padahal ada banyak kawan kami yang juga luka dan berdarah,” katanya. Jari-jarinya menjepit sebatang rokok. Asap mengepul di raut wajahnya. Muhammad Basyir adalah Ketua Himpunan Mahasiswa Aceh Selatan (Hamas). Dalam organisasi ini berhimpun pelajar dan mahasiswa. Rata-rata mereka berdomisili di Banda Aceh. Basyir awalnya berpikir akan menjadi salah satu undangan dalam acara itu bersama temannya yang terlibat bentrok dan akan dipeusijuek. Tapi itu tak terjadi. “Saya cuma diberitahu tadi malam (kemarin malam -red). Disuruh datang tiga orang saja,” katanya seraya menambahkan, “Saya tak bisa masuk kalau teman-teman saya tak diundang. Sementara mereka (pihak Aceh Tengah) banyak yang datang,” bandingnya. Basyir menilai perdamaian yang terjadi kemarin hanya sebatas pedamaian antartokoh masyarakat dan pemerintah kedua daerah itu. “Pemerintah koordinasinya dengan Dispora Aceh Tengah dan Aceh Selatan. Tak ada koordinasi dengan kami. Jadi, saya pikir proses perdamaian ini sebatas antarpemerintah. Bukan antarmahasiswa,” ujar Basyir sambil meninggalkan tempat acara. (ansari)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

WH Dicerca

Selingkuh, Pejabat dan Istri Simpanan