Aceh Demam Giok


Giok kini seakan melekat dengan keseharian masyarakat Aceh. Mulai dari pegunungan hingga sudut-sudut kota, warga Aceh seolah terkena sihir batu yang menakjubkan itu. Bisnis-bisnis baru pun bertumbuhan. Serambi merangkum ‘kegilaan’ warga Aceh terhadap batu mulia itu dalam laporan eksklusif berikut ini.

BONGKAHAN batu itu sekilas tidak ada yang istimewa. Berbentuk lonjong dengan kulit luar berwarna kuning dan kasar. Seperti batu biasa lainnya yang berasal dari gunung, batu ini memiliki berat sekitar 1,5 kilogram. Namun siapa nyana, dari penampakannya yang biasa saja, bongkahan batu itu dibanderol dengan harga Rp 2,5 juta.

“Boleh dilihat, saya jamin kualitasnya bagus,” kata Arbi, seorang penambang batu giok saat ditemui Serambi di pusat penjualan batu akik dan permata Gemstone kawasan Ulee Lheue, Kecamatan Meuraxa, Banda Aceh, Rabu (10/12).

Arbi memamerkan batu berjenis cempaka madu itu kepada setiap pengunjung Gemstone. Batu akik cempaka madu dikenal sebagai salah satu jenis batu berharga dan punya citarasa seni tinggi yang kerap diburu konsumen dan kolektor batu permata.

Memiliki warna dominan merah pekat, cempaka madu menjadi daya tarik tersendiri bagi para pemakainya. Selain kelihatan mewah, jenis batu ini memiliki aura stylish bila dipoles dengan aksesori atau rangka yang apik.

Sebetulnya tidak hanya Arbi, ada ratusan penambang batu mulia kini menjamur di Aceh. Mulai dari Nagan Raya, Aceh Barat, Aceh Jaya, hingga Aceh Tengah. Dari banyak jenisnya, giok merupakan salah satu jenis batu mulia yang belakangan populer dan paling diburu para penambang dan kolektor.

Tren menambang batu mulia di Aceh mulai heboh seiring menjamurnya penggemar batu giok di Aceh sejak enam bulan terakhir. Tidak hanya warga di perkotaan maupun perkampungan, fenomena demam batu mulia kini menjadi buah bibir hangat di kalangan eksekutif muda, pegawai negeri sipil, polisi, TNI, maupun karyawan perusahaan BUMN. Semua mereka senang membicarakan batu akik atau batu mulia kesayangannya. Umumnya para Gemstone Mania memakainya karena berbagai alasan. Ada yang mengaku karena hobi, sebagai hadiah untuk teman, maupun koleksi pribadi sampai menjadi lahan bisnis menggiurkan. Bahkan mereka rela merogoh kocek puluhan juta rupiah untuk mendapat batu akik kesayangannya.

Fenomena demam batu giok di Aceh tidak hanya dirasakan para pecintanya. Para pengrajin asah batu pun mulai menggeliat yang dalam beberapa tahun lalu seperti mati suri. Tak kurang 23 outlet pengolahan dan penjualan batu mulia di Gemstone Ulee Lheue selalu ramai didatangani pengunjung. Berbagai jenis batu giok dan permata berkualitas mewah hasil alam Aceh tersaji dalam berbagai bentuk, ukuran, sampai harga bervariasi.

Dari yang terendah Rp 50 ribu per butir sampai jutaan rupiah. Keberadaan Gemstone Ulee Lheue ini juga dimanfaatkan para pengrajin menjajakan batu giok batangan (masih dalam bentuk bongkahan) sampai yang sudah jadi. Untuk satu genggam batu jenis giok seukuran satu genggam tangan pria dewasa, dibanderol sekitar Rp 1 juta. Bongkahan batu ini biasanya dipotong (cutting) dalam beberapa bagian sebelum diolah untuk menghasilkan beberapa butir batu jadi. Adakalanya, para pembeli kecipratan untung karena batu giok tersebut bisa diolah menjadi beberapa butir, sehingga bila dijual kembali bisa balik modal, bahkan mendapat untung besar.

Namun, ada pula yang apes, karena kualitasnya kurang bagus setelah diolah. Bak durian runtuh, para pengrajin batu akik di Aceh ikut kecipratan rezeki karena selalu mendapat order mengasah batu dari konsumen.

“Biasanya konsumen membeli batu yang sudah siap. Tapi ada juga yang bawa sendiri. Saya hanya memberi jasa untuk mengasah sampai siap dipakai,” ujar Fernanda, pengrajin asah batu di outlet Gemstone Ulee Lheue.

Konon, para penggila batu giok yang makin mewabah, membuat pengrajin kerap kewalahan menyelesaikan orderan. Bahkan para pemilik baru harus siap mengantre untuk mendapatkan satu batu hasil olahan siap pakai.

Untuk jasa asah batu para pengrajin mengenakan biaya Rp 30 ribu per butir. Fernanda mengatakan jika sedang mujur, ia mampu memperoleh Rp 500 ribu per hari dari hasil jasa asah batu maupun penjualan batu sudah jadi. Bila dikalkulasikan, maka para pengrajin rata-rata mampu meraup pendapatan Rp 15 juta per bulan. Nah, siapa bilang bisnis giok tak mendatangkan uang segepok? (ansari)

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

WH Dicerca

Selingkuh, Pejabat dan Istri Simpanan