Halimon yang Melegenda
Hari masih mendung di atas langit Tangse, Pidie. Mobil yang membawa Serambi mulai memasuki sebuah lereng pegunungan. Tak diduga, hawa dingin tiba-tiba mengergap. Menusuk seperti jarum. Beberapa menit lalu hujan baru saja mengguyur di kawasan ini. Jalan dan pepohonan masih terlihat basah. Mobil merayap dengan ekstra hati-hati. Bila tidak bisa berbahaya. Karena hampir sepanjang jalan dan lereng bukti yang dilewati sangat licin dan terjal. "Sebentar lagi kita akan sampai. Gunungnya yang ada kabut di atas," kata seorang supir. Sekitar pukul 13.00 WIB, mobil berhenti. Tepat di bawah lereng gunung. "Dulu di sini ada tempat latihan tentara. Tepatnya di desa sebelah sana. Satu menit lagi perjalanan," kata Hanafiah (36), warga Desa Blang Pandak, satu desa di kaki Gunung Halimon. Nama Halimon dalam sejarah sangat dikenal. Di atas gunung itulah Hasan Tiro pada 4 Desember 1976 mendeklarasikan berdirinya Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Dari sini pula, Hasan Tiro bersama orang-orang seide denganya mengobarkan semangat perlawan kepada Pemerintah RI. Untuk mencapai pucak Halimon tidaklah mudah. Butuh waktu setengah hari berjalan kaki. Namun wartawan termasuk Serambi hanya mampu mencapai kaki Halimon. Di sini hanya ada satu pemukiman penduduk, yakni Desa Pandak. Sewaktu Aceh berkecamuk konflik, desa ini salah satu wilayah hitam. Karena di kawasan ini sering terjadi kontak tembak. Dari beberapa informasi yang diperoleh Serambi, Halimon ternyata juga menyimpan banyak misteri. Di atasnya terdapat kuburan sejmlah syuhada yang syahid di medan perang melawan penjajah. Halimon juga disebut gunung aulia. Orang juga sering menyebutnya gunung berkabut. Nama ini ternyata sesuai dengan apa yang terlihat. Sejauh mata memandang, puncak Halimon selalu disentuh kabut yang mengitari langit Tangse. Banyak juga cerita yang berhembus tentang Halimon. Bahkan jauh sebelum Hasan Tiro mendirikan GAM. Beberapa riwayat menyebutkan, air yang menglir di lereng gunung itu sangat jernih dan dingin. Orang hanya bisa mengambilnya dengan mencelupkan tangan. Bila memasukkan kaki, maka orang bersangkutan akan merasa kebas. Saat berada di atas, setiap orang harus dengan niat yang bersih. Tidak diizinkan bercanda ria berlebih. "Bila tidak di atas dari atas gunung itu akan turun hujan dan terlihat kabut," kata Ambiya (34), seorang warga setempat. Tidak hanya itu, di gunung itu juga terdapat beberapa hal unik lainnya. Salah satunya di kawasan itu terdapat satu jenis pacat (sejenis binatang pengisap darah) yang sangat mengerikan. Gigitanya sangat menyengat bila menempel di tubuh manusia. "Orang-orang di sini menyebutnya pacat dawood," kata Ambiya. Jenis binatang ini juga salah satu binatang yang paling ditakuti para gerilyawan GAM. Karena lerengnya yang terjal, Halimon pada masa konflik sulit di jangkau oleh aparat. "Tentara hanya bisa mencapai di kaki bukit. Tapi tidak bisa naik ke atas," kata Ambiya. Karena itu, saat konflik, Halimon menjadi kawasan paling strategis bagi gerilyawan GAM. Selain strategis, dari sini juga para gerilyawan GAM bisa menjelajah ke berbagai wilayah lainnya. Termasuk bisa tembus ke Tiro, Mereudu, Takengon dan Geumpang serta beberapa wilayah lainnya. Karena lokasinya strategis itu pula, Hasan Tiro pada 1976 memilih Halimon sebagai tempat mendeklarasikan GAM. Sejak saat itu, Halimon dicatat dalam sejarah dan melegenda sampai saat ini. Beberapa warga yang ditemui di kaki gunung Halimon mengatakan, sejak pemerintah RI dan GAM menandatangi MoU Helsinki, kawasan gunung dengan tebing yang curam dan terjal itu sudah dapat dijelajahi masyarakat. Baik untuk kepentingan mencari rezeki maupun untuk pertambangan. Menurut selentingan informasi yang diperoleh di gunung itu juga terdapat kandungan biji besi. "Setelah konflik di sini sudah aman. Tidak ada lagi kontak tembak," Habsah (40), warga Desa Blang Pandak. Namun, sampai kini tak ada orang yang berhasil mencapai pucak Halimon. Salah satunya karena kontur lerengnya yang terjal. Dari kejauhan, Halimon masih dipayungi kabut asap ketika para wartawan meninggalkan Desa Pandak. Sesaat kemudia hujan deras pun turun. Jalan kembali menjadi licin. Tapi Halimon tetap berdiri tegak menjulang di kitari kabut di atas langit Tangse. (ansari)
Komentar
Posting Komentar