Ketika Mereka Harus Pamit
RUANGAN itu tampak berserakan. Sejumlah kliping koran terletak tak beraturan. Di sebuah sudut kiri, juga tampak lima box plastik berisi buku. Bila jumlahkan mencapai ratusan eks. Buku-buku itu, semula tersimpan rapi dalam lemari. Tapi kemarin, semuanya sudah dibongkar. Tidak hanya buku, beberapa foto berbingkai juga sudah berpindah posisi.
"Ini foto terakhir. Mau dibawa pulang besok," kata lelaki di ruangan itu. Wajahnya tampak sedikit lelah, namun masih tetap tersenyum kepada wartawan yang datang menyambanginya, Rabu (22/5). Lelaki itu adalah Ilham Saputra. Saat ditemui wartawan, wakil ketua KIP Aceh ini sedang mempacking (mengemas-red) barang pribadi di ruang kerjanya. Ada foto, kliping berita koran, buku, aksesoris, beberapa piagam dan lainnya. "Besok sudah tidak ada lagi di sini. Sekarang lagi beres-beres," katanya sambil mencopot satu foto berbingkai berisikan gambar tujuh komisioner KIP Aceh.
Foto itu tampaknya paling berkesan bagi Ilham. Ia hendak mambawanya pulang ke rumah sebagai kenang-kenangan. Tidak hanya Ilham, lima komisioner KIP lainnya kemarin juga mulai mempacking barang-barang mereka. Sebab, enam komisioner KIP Aceh Jumat (24/5) sudah harus meninggalkan Skeretariat KIP Aceh. Enam ruangan yang kosong ini bakal diisi anggota KIP Aceh baru priode 2013-2018. Di antara tujuh komisioner KIP, hanya Robby Saputra satu-satunya komisioner KIP Aceh yang bertahan.
Komisi A DPR Aceh menetapkan lelaki Pidie ini lolos seleksi bersama enam anggota KIP Aceh lainnya. "Bagi saya tidak masalah. Prinsipnya nothing to lose (tidak ada yang kalah-red). Harapannya KIP Aceh di tangan anggota baru bisa lebih baik," ujar Ilham yang kenyang pengalaman di beberapa lembaga pemantau pemilu ini. Ia mengaku meski tak lagi di KIP, beberapa tawaran kerja sudah menanti. Baru-baru ini KPU Pusat menawarkannya menjadi staf ahli bidang teknis di daerah pemilihan yang digelutinya.
" Tapi saya masih menimbang-nimbang," ujar penikmat novel ini. Lain halnya Yarwin Adi Dharma. Lelaki asal Singkil ini rencananya akan pulang ke daerah. Namun dia masih memilih karier politik sebagai jalan hidupnya. "Menjadi anggota KIP memberi saya banyak pengalaman. Hal yang paling berkesan, saya bisa bertemu dengan orang-orang penting," ujarnya.
Seperti anggota KIP lainnya, Yarwin punya pengalaman yang sulit untuk dilupakan. Mulai dari menerima ancaman hingga harus meninggallkan keluarga di saat bertugas keluar. "Tapi istri saya sudah mengerti," ujarnya. Kemarin, Yarwin juga mempacking semua barang pribadinya dari ruang kerja.
"Dua box sudah dibawa pulang," kata lelaki yang selalu tampil necis ini. Bagi Yarwin tidak selamanya menjadi anggota KIP menyenangkan. Misalkan dalam hal mengeluarkan keputusan. Tidak semua pihak bisa menerimanya. "Bahasanya sudah jungkir balik di pleno tapi ada pihak yang belum bisa menerima. Tapi kita maklum, ini sebuah proses demokrasi," katanya. KIP Aceh Periode 2008-2013 mengalami tiga kali momen kepemiluan; Pilres 2009, Pileg 2009 dan Pilkada 2012.
Menurut Ketua Divisi Hukum dan Pengawasan KIP Zainal Abidin selama rentang waktu itu, banyak sengketa kepemiluan terjadi di Aceh. "Ke depan, ini harus menjadi perhatian pemerintah. Ini persoalan serius. Harus ada tim yang mengawasi dan mengupdate qanun agar tidak terjadi kesenjangan regulasi antara Aceh yang bersifat khusus dengan Pemerintah Pusat," kata Zainal.
Setelah tidak lagi di KIP, Zainal yang selalu menjadi "ujung tombak" KIP dalam sengeketa pemilu di MK, mengaku akan kembali menjadi dosen Unsyiah."Kalau bisa saya juga ingin menjadi pengamat pemilu saja," katanya sambil tertawa saat berbincang dengan wartawan.
Lain halnya bagi Hj Nurjani Abdullah. Wanita satu-satunya di KIP Aceh ini berencana akan umrah ke Tanah Suci dalam waktu dekat. "Tapi saya juga tetap ingin konsen di karier politik. Tapi belum tahu akan kemana," ujar perempuan murah senyum ini.
Ketua KIP Aceh H Abdul Salam Poroh hanya tersenyum sumringah saat disapa wartawan kemarin. Ia tidak banyak bicara soal masa tugasnya yang akan berakhir. Abdul Salam berniat pensiun dari dunia politik. "Saya sudah tak kuat lagi. Biar yang muda-muda saja yang maju," katanya suatu kali kepada Serambi.
Di sudut ruang lain, komisioner KIP Aceh Tgk Akmal Abzal trelihat tak kalah sibuknya. Lelaki asal Abdiya ini juga mulai mengemas barang pribadinya. Beberapa dokumen penting telah dipindahkan dalam dua box plastik menunggu angkutan.
"Saya berterima kasih kepada semua pihak, dan mohon maaf bila ada yang tidak berkenan selama ini," katanya. Setelah tidak lagi di KIP, Akmal berencana akan kembali ke dayah menjadi pendidik. "Saya ingin kembali ke habitat, mendidik anak-anak di dayah," katanya dengan suara lirih.
Dari rawut wajahnya, Akmal tampak sendu. Soalnya, sampai masa akhir jabatan komisioner KIP Aceh, belum ada pihak yang memberi apresiasi atas kerja mereka. Padahal, katanya, tugas yang mereka emban adalah tugas negara. Mengantarkan mereka menjadi kepala daerah dan anggota dewan. "Tapi tak apalah, kami sudah bekerja dengan penuh keikhlasan. Biar waktu yang menjawabnya," ujarnya.(ansari hasyim/sri wahyuni)
تعليقات
إرسال تعليق