Gie, Dona Dona dan Aku


Aku benar-benar terpesona dengan lagunya Joan Beaz. Dona Dona, judulnya. Keren. Buat perempuan yang namanya Dona Dona mungkin pasti senang. Karena namanya diabadikan dalam sebuah lagu. Sebenarnya aku juga tidak tahu kenapa ada judul lagu, Dona Dona. Mungkin ini hanya diketahui oleh penulis liriknya.



Tapi yang kulihat dari lirinya, kalimat Dona Dona menjadi salah satu refrein dalam lagu ini. Dan aku sangat kagum dengan iramanya yang sendu dan mendayu dayu. Jujur aku mengatakan, sebelumnya tidak pernah aku mendengar lagu ini.




Aku baru tahu saat acara Kick Andy di Metro TV. Rupanya Dona Dona adalah Sound Tracknya film layar lebar, semi dokumenter berjudul "Gie". Film yang di sutradarai Riri Reza dan Mira Lesmana ini menceritakan kisah perjalanan seorang aktivis mahasiswa bernama Soe Hok Gie. Soe Hok Gie lahir 17 Desember 1942 dan meninggal dalam usia muda pada 16 Desember 1969. Atau tepatnya pada umur 26 tahun.



Gie adalah salah seorang aktivis Indonesia dan mahasiswa Fakultas Sastra Universitas Indonesia Jurusan Sejarah tahun 1962–1969. Hok Gie meninggal di gunung Semeru tahun 1969 tepat tiga hari sebelum ulang tahunnya yang ke-27 akibat menghirup asap beracun di gunung itu. Dia meninggal bersama rekannya, Idhan Dhanvantari Lubis. Pada 16 Desember lalu, Kick Andy mengangkat kembali kisah Gie melalui film berjudul "Gie".



Sosok Gie pada masa mudanya dikenal sebagai mahasiswa yang kritis dan memiliki jiwa patriotisme dengan perjuangannya yang selalu identik mengangkat isu keadilan dan hak asasi manusia. Gie juga sosok lelaki romantis. Ini terlihat dari beberapa tulisan dalam catatan hariannya yang kemudian menjadi dasar bagi pembuatan film Gie.



Sejujurnya pula aku tidak dapat menyembunyikan rasa kekagumanku pada Gie, tentu saja dengan lagu Dona Dona itu. Khusus untuk Sound Track Film Gie, lagu ini dibawakan Sita R S D, bukan penyanyi aslinya Joan Beaz. Tapi aku lebih suka Dona Dona yang dinyanyikan Sita dari pada Joaz. Aransmen musiknya semengat, merdu, mendayu dan tentu saja membangkitkan semangat orang-orang yang mendengarnya.



Saking sukanya, aku mendownload lagu itu dari internet yang kemudian aku dengar berulang kali. Ternyata di sana ada makna dan semangat yang luar bisa. Secara harfiah memang sulit untuk memahami makna. Ini dikarenakan kata-kata dalam lagu itu penuh dengan kata-kata kiasan.



Salah satunya lihat saja pada bait pertama. Kira-kira maknanya begini. (Dia atas sebuh kereta kuda menuju pasar/Ada seekor anak sapi dengan pacaran matanya yang sedih/ Jauh di atasnya ada seekor burung camar terbang melayang di atas langit). Makna bait pertama ini menunjukkan betapa anak sapi tersebut merindukan kebebasan seperti burung camar yang terbang bebas di atasnya, di atas langit. Mungkin penulis liriknya ingin menggambarkan bahwa betapa kebebasan itu sangat berharga. Tapi banyak manusia tidak mendapatnya.



Tidak hanya aku, banyak anak-anak muda juga sangat terkesan dengan lagu ini. Seperti dituturkan Muhammad Arkandiptyo dalam blognya yang aku coba buka-buka tadi. "Dalam pandanganku, lagu ini sangat spesial...karena liriknya penuh makna...suatu lagu untuk para pencari kebebasan...," kata Muhammad.



Dia menulis: "coba fikir - on a wagon bound for market; there's a calf with a mournful eye; high above him there's a swallow; winging swiftly through the sky - dalam satu kereta kuda yang menuju ke pasar; ada sapi dengan mata berduka; diatasnya ada burung; terbang cepat mengarungi langit...betapa suatu frasa kiasan yang dalam artinya...sang sapi ini bisa diartikan sebagai kebanyakan orang di dunia ini...terkekang...terkurung - mereka mendongak ke atas, iri dan berduka melihat burung-burung camar yang ada di atas mereka...burung camar yang berkeliaran bebas di angkasa ini menurutku adalah kiasan...tentang kebebasan yang diidam-idamkan setiap orang di dunia ini terutama mereka yang telah mengalami masa-masa buruk selama hidupnya...dalam kata lain....lagu ini benar-benar adalah frasa idioma mengenai hidup ini...dimana orang-orang mengidam-idamkan kebebasan sebagai salah satu hasil akhir keberhasilan mereka di dunia." Yah, begitulah.



Memang tidak salah jika Riri Reza dan Mira Lesmana menjadikan lagu Dona Dona menjadi sound track untuk film Gie yang dibintangi Nicholas Saputra.
Memang hampir sepanjang alur ceritanya film ini mengangkat soal isu kebebasan, demokrasi dan pergolakan mahasiswa ketika itu di bawah kekuasan rezim sukarno dan suharto. Bagi aku, Gie memang sosok pantas untuk di banggakan, pantas untuk dikenang jejak-jejak perjuangan.



Dan tentu pula patut untuk ditiru oleh generasi muda sekarang. Tidak hanya sosoknya, tapi juga karya-karyanya yang harus menjadi inspirasi. Dari banyak sisi sosok Gie, buat aku nilai-nilai romantisme yang ada pada diri Soe Hok Gie juga menjadi sesuatu yang sangat aku kagumi.



Lihat saja satu puisi Gie berikut yang menurutku sangat melankolis. Hingga sekarang tidak penah siapa tahu nama IRA. Karena Gie memang tidak pernah menceritakan siapa sosok perempuan itu.





PUISI GIE UNTUK IRA




Ada orang yang menghabiskan waktunya ke Mekkah
Ada orang yang menghabiskan waktunya berjudi di Mirasa



Tapi aku ingin menghabiskan waktu ku di sisi mu… sayangku…



Bicara tentang anjing-anjing kita yang nakal dan lucu
Atau tentang bunga-bunga yang manis di lembah Mandala Wangi



Ada serdadu-serdadu Amerika yang mati kena bom di danau
Ada bayi-bayi yang mati lapar di Biapra



Tapi aku ingin mati di sisi mu…
Manis ku…



Setelah kita bosan hidup dan terus bertanya-tanya
Tentang tujuan hidup yang tak satu setan pun tahu



Mari sini sayang ku…



Kalian yang pernah mesra
Yang simpati dan pernah baik pada ku



Tegaklah ke langit luas atau awan yang mendung…



Kita tak pernah menanamkan apa-apa
Kita tak kan pernah kehilangan apa-apa



Nasib terbaik adalah tak pernah dilahirkan
Yang kedua, dilahirkan tapi mati muda
Dan yang tersial adalah berumur tua
Berbahagialah mereka yang mati muda



Mahluk kecil…
Kembalilah dari tiada ke tiada…
Berbahagialah dalam ketiadaan mu…




Hmmm....so sweet, so romantis bukan. Masih banyak lagi karya-karya Gie yang tersimpan dalam buku catatan hariannya "Catatan Seorang Demonstran". Aku ingin memilikinya. Tapi sulit untuk mencarinya. Dan tentu saja, lagu Dona Dona itu yang belakangan ini menjadi lagu yang paling sering kuputar di sela-sela
malam tidurku. (*)

Komentar

  1. hai dona dona apa kabar...

    BalasHapus
  2. walau Gie telah tiada tetapi semangat perjuangannya dalam membela keadilan tetap hidup dan terasa......

    BalasHapus
  3. assalamualaikum, wah...ternyata blog saya ada yang baca juga ya...salam kenal ya mbak.....mbak kerjanya apa ya? ato masih pelajar juga kayak saya? blog anda bagus juga. Kalo mau di link boleh, anyway terimakasih ya mbak, saya jadi mulai rutin blogging lagi...matur nuwun

    BalasHapus
  4. film gie buka film dokumenter, tapi film biografi

    BalasHapus
  5. hmmmm,,,,iyah...mungkin ada salah pengeerrttian juga ya...tapi kayaknya meskipun biografi tapi dekat dekat ma dokumenter juga,,,karena tetap menceritakan masa lalu gie dan jejak jejak perjuangannya...makasi atas koreksinya..salam kenal ya...

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Selingkuh, Pejabat dan Istri Simpanan