Tsunami di Atas Kanvas
Bercerita Tsunami Diatas Kanvas
SAMpai kapankah Round Kelana akan berehenti melukis? Ini pertayaan yang amat sulit dijawabnya. Soalnya, dunia melukis bagi pria berusia 65 tahun ini tidak pernah akan padam dalam jiwanya. Bahkan usai musibah tsunami melanda sebagian wilayah Aceh 26 Desember lalu sempat-sempatnya ia menyelesaikan 12 lukisan.
"Semua lukisan yang saya buat ini bercerita tentang peristiwa tsunmi," kata Round yang kerap tampil dengan topi baret hitam dipadu rompi bewarna krem. Panampilan yang sedikit tampak muda ini membuat Roun Kelana punya banyak kenalan dikalangan anak muda, terutama para pelukis muda di Aceh.
Bagi Round pengalaman tsunami 26 Desember lalu punya kesan tersendiri yang tidak akan pernah dilupakannya. Sebab, pelukis yan kerap mengangkat realiats sosial rakyat kecil sebagai temam karyanya adalah satu korban dalam musibah itu.
Ia sempat berjuang melawan derasnya arus gelombang yang menggulung tubuhnya hingga 2 km ke kawasan desa Lambaro Skep Kecamatan Kuata Alam Banda Aceh. Hingga pada suatu waktu pengalamannya itu pula yang ia angkat ke dalam 12 lukisan di atas kanvas.
"Semoga dengan lukisan ini anak-anak cucu kita masa mendatang bisa melihat bagaimana dahsyatnya gelombang tsunami yang pernah terjadi di Aceh," kata Round usai acara pameran lukisan bersama 9 pelukis Aceh menjelang satu tahun tsunami di Musem Aceh Minggu lalu.
Salah satu lukisan pria kelahrian Jeuram 1940 ini yang sempat dipamerkan minggu lalu berjudul Hilangnya Teman Bermain.
Karya Round itu menggmbarkan dua kakak beradik yang tinggal dalam sebuah tenda dengan dengan tatatpan wajahnya memandang keluar. Dihadapan dua bocah itu tampak seorang bocah laki-laki menyendiri dibalik tenda dan di depannya terlihat genagan air. Apa yang ditampilkan dalam lukisan itu adalah potret para pengungsi yang hingga saat ini masih menempati tenda-tenda darurat.
Kondisi Aceh pascadihantam tsunami itu menjadi salah satu inspirasi karyanya bersama sembilan pelukis lainya dalam pameran bersama yang berlangsung di gedung Museum Aceh Minggu lalu.
Bagi Raound Kelana usia bukan menjadi penghalang untuk menumpahkan segala imajinasinya ke atas kanvas. Diusianya yang tidak muda lagi itu Round tetap ingin melukis. Baginya melukis lebih untuk mencari kepuasan batin.
"Saya melukis hanya untuk diri saya sendiri," katanya.
"Lalu bila ada orang yang menilai karya saya itu terserah kepada orang,"
Lantas kapanah Round akan berhenti dari profesinya itu seiring usianya yang tidak muda lagi? "Saya tidak akan pernah berhenti. Sampai saya merangkak pun akan tetap melukis," jawabnya simple.
SAMpai kapankah Round Kelana akan berehenti melukis? Ini pertayaan yang amat sulit dijawabnya. Soalnya, dunia melukis bagi pria berusia 65 tahun ini tidak pernah akan padam dalam jiwanya. Bahkan usai musibah tsunami melanda sebagian wilayah Aceh 26 Desember lalu sempat-sempatnya ia menyelesaikan 12 lukisan.
"Semua lukisan yang saya buat ini bercerita tentang peristiwa tsunmi," kata Round yang kerap tampil dengan topi baret hitam dipadu rompi bewarna krem. Panampilan yang sedikit tampak muda ini membuat Roun Kelana punya banyak kenalan dikalangan anak muda, terutama para pelukis muda di Aceh.
Bagi Round pengalaman tsunami 26 Desember lalu punya kesan tersendiri yang tidak akan pernah dilupakannya. Sebab, pelukis yan kerap mengangkat realiats sosial rakyat kecil sebagai temam karyanya adalah satu korban dalam musibah itu.
Ia sempat berjuang melawan derasnya arus gelombang yang menggulung tubuhnya hingga 2 km ke kawasan desa Lambaro Skep Kecamatan Kuata Alam Banda Aceh. Hingga pada suatu waktu pengalamannya itu pula yang ia angkat ke dalam 12 lukisan di atas kanvas.
"Semoga dengan lukisan ini anak-anak cucu kita masa mendatang bisa melihat bagaimana dahsyatnya gelombang tsunami yang pernah terjadi di Aceh," kata Round usai acara pameran lukisan bersama 9 pelukis Aceh menjelang satu tahun tsunami di Musem Aceh Minggu lalu.
Salah satu lukisan pria kelahrian Jeuram 1940 ini yang sempat dipamerkan minggu lalu berjudul Hilangnya Teman Bermain.
Karya Round itu menggmbarkan dua kakak beradik yang tinggal dalam sebuah tenda dengan dengan tatatpan wajahnya memandang keluar. Dihadapan dua bocah itu tampak seorang bocah laki-laki menyendiri dibalik tenda dan di depannya terlihat genagan air. Apa yang ditampilkan dalam lukisan itu adalah potret para pengungsi yang hingga saat ini masih menempati tenda-tenda darurat.
Kondisi Aceh pascadihantam tsunami itu menjadi salah satu inspirasi karyanya bersama sembilan pelukis lainya dalam pameran bersama yang berlangsung di gedung Museum Aceh Minggu lalu.
Bagi Raound Kelana usia bukan menjadi penghalang untuk menumpahkan segala imajinasinya ke atas kanvas. Diusianya yang tidak muda lagi itu Round tetap ingin melukis. Baginya melukis lebih untuk mencari kepuasan batin.
"Saya melukis hanya untuk diri saya sendiri," katanya.
"Lalu bila ada orang yang menilai karya saya itu terserah kepada orang,"
Lantas kapanah Round akan berhenti dari profesinya itu seiring usianya yang tidak muda lagi? "Saya tidak akan pernah berhenti. Sampai saya merangkak pun akan tetap melukis," jawabnya simple.
تعليقات
إرسال تعليق