Ruang Tunggu
"Sudah tujuh kali bapak ke sini," kata wanita itu. Raut wajahnya tampak lesu. Lelah. Sesekali matanya menerawang. Memandangi langit-langit ruangan itu. Ruang yang pengab. Hanya ada satu kursi panjang. Cukup ditempati delapan orang. Ia duduk di barisan ketiga. Ia meremas jari tangan kanannya. Sebuah dompet warna pink, sedikit kumal, digenggamnya erat-erat. Sejak tiga puluh menit tadi, sudah tiga orang melewati jalan di depan ruang itu. Satu perempuan. Dua lelaki. Mereka disorong menggunakan kursi roda menuju sebuah ruangan khusus. Hemodialisis, nama ruangan itu. Sepintas tubuh mereka kelihatan lemah dengan selang infus melilit lengan. Jari, tangan dan kaki tampak bengkak. Kadang juga kelihatan parut luka di lengan dan kaki. Bisa dua, tiga, enam dan bahkan tak terhitung. Dari celah pintu itu seorang laki-laki turun. Ia dipapah seorang gadis. Tubuhnya kurus, tinggal kulit berbalut tulang, berusia 60 tahun. "Itu bapak saya dan itu adik," katanya seraya mengarahkan telun