Duh Nggak Terbayang Bisa Jadi Reporter


Duh, tidak pernah terbayang, aku bisa menjadi seorang reporter radio. Padahal dasarnya aku hanya punya pengetahuan tentang jurnalistik media cetak. Tapi inilah nasib. Sulit ditebak. Tapi ternyata lama-lama asyik juga yah. Bisa melaporkan langsung kejadian di lapangan dan disiarkan live kepada pendengar. Hmmm....



Untuk hari ini aku kembali turun lapangan. Melaporkan aksi demontrasi pelajar Aceh di depan gedung DPRA. Mereka menuntut agar ujian nasional (UN) dihentikan dan dihapus. Ini terkait dengan putusan Mahkamah Agung yang menolak kasasi para terggugat yang diajukan Presiden RI dan Mendiknas. Putusan MA itu membuat para penggugat yang antara lain aktivitis pendidikan menang di tingkat kasasi. Putusan MA tersebut antara lain memerintahkan kepada pemerintah untuk terlebih dahulu meningkatkan kualitas guru, sarana dan prasarana pendidikan, serta akses informasi yang lengkap ke seluruh daerah, sebelum mengeluarkan kebijakan pelaksanaan ujian nasional. Dalam pernyataan sikapnya para pelajar dan guru mengungkapkan beberapa ketimpangan terkait pelaksanaan UN. Di antaranya, UN sebagai standar kelulusan belum layak diterapkan di Indonesia. Hal ini disebabkan pemerintah belum mampu menyamaratakan sarana dan falisitas pembelajaran antara sekolah yang ada di perkotaan dan di pelosok desa. Sumberdaya guru di perkotaan dan di pedesaan juga dinilai masih sangat rendah kecuali sekolah unggul (boarding school). Ketimpangan lainnya terkait dengan status sosial, latar belakang dan standar kehidupan antara siswa yang tinggal di kota dan di desa sangat berbeda jauh. Sebagai gambaran, siswa di perkotaan setelah pulang sekolah dilanjutkan dengan berlajar sore baik diselenggarakan oleh sekolah maupun kursus-kursus, sementara siswa di pedesaan setelah pulang sekolah mereka harus ke sawah, ke ladang atau ke laut membantu orang tua mencari nafkah. UN dituding telah melanggar hak anak dalam mendapatkan pendidikan yang berkualitas, karena menetapkan kelulusan hanya berdasarkan empat mata pelajaran dan hanya mengedepankan unsur kognitif dalam proses pendidikan. UN telah menjadi monster yang telah banyak memakan korban siswa cerdas yang dinyatakan lulus dan mendapat undangan ke berbagai universitas dan akhirnya terpaksa harus menelan pil pahit karena tidak lulus UN. Sementara siswa yang malas belajar, lulus dengan nilai tinggi karena lebih percaya kepada kunci jawaban yang diperoleh dari guru
Nah hari ini para pelajar Aceh meminta agar pemerintah Aceh mendukung putusan MA itu. Mereka melakukannya lewat unjuk rasa....Seperti biasa, setiap ada aksi demo, aku selalu menyempatkan diri untuk melaporkan langsung kepada pendengar melalui Stasiun Radio Serambi FM, 102 FM tentang situasi di lapangan. Jadi reporter radio itu ternyata susah-susah enak. Sebab kita harus cepat menangkap perkembangan di lapangan. Atau harus cermat memilih angle laporan atau sound backgroudnya atau orang-orang radio bilang istilahnya 'atmospher'. Menariknya, melaporkan aksi demo itu lebih kedengaran hidup dari pada liputan lain. Apalagi ada suara-suara teriakan para demonstran, wah bisa bisa si reporter akan lebih semangat, dan membuat laporannya lebih dinamis. Tapi sama juga kalau reporternya tidak menguasai isu alias oon....bisa-bisa hasil laporannya kurang gres, gitu. Ada juga sih beberapa teman aku yang menolak menjadi reporter radio. Alasannya klasik, karena suara mereka tu tidak bagus dan tidak biasa. Tapi bagi aku yang paling penting itu adalah keberanian. Dan sedikit perlu ketekunan untuk mengasah keterampilan dengan sering-sering mencoba dan melatih diri. Yang penting pe de ajlah. Itu kunci utama.....Satu hal yang paling berkesan selama jadi reporter Serambi FM plus jurnalis buat Harian Serambi Indonesia adalah saat melaporkan kepulangan tokoh pendiri Gerakan Aceh Merdeka (GAM) Hasan Tiro pada pertengahan Sepetember 2008....Saat itu aku menjadi salah satu wartawan yang ditugaskan meliput kegitan Hasan Tiro selama di Aceh, termasuk ke Pidie. Saat itu pula aku berkesempatan datang ke Gunung Halimon di kawasan Tangse, tempat Hasan Tiro pertama kali mendeklarasikan GAM tahun 1976....Hmm, tak terduga Tangse ternyata benar-benar eksotik. Rasanya aku mau betah saja di sana ketika itu. Udaranya sejuk, bukitnya meliuk-liuk dan sawahnya sangat ranum dan terhampar luas...Memang saat itu hujan baru saja mengguyur saat mobil yang kami tumpangi memasuki kaki gubung Halimon..Duh, Tangse, kapan lagi aku bisa menjejakan kaki di kecamatan yang dikenal dengan daerah penghasil beras no wahid itu....

Komentar

Postingan populer dari blog ini

WH Dicerca

Selingkuh, Pejabat dan Istri Simpanan