Yuk Kita Berhenti Merokok



SAYA bukan lelaki perokok. Dan sejujurnya pula saya sangat benci pada kebiasaan merokok. Merokok bagi saya adalah kebiasaan buruk dan sangat tidak patut untuk dijadikan kebiasaan. Di samping buruk untuk kesehatan, merokok juga bisa buat kantong kering alias bokek. Karena itu, sejak dulu saya tidak pernah ingin merokok. Seingat saya waktu SMP, pernah coba-coba untuk merasakan apa sih nikmatnya merokok itu. Tapi cuma satu dua batang, dan seiring waktu akhirnya saya tak meneruskannya hingga sekarang. Beruntung kesadaran itu muncul saat saya masih duduk di bangku sekolah. Apalah jadinya kalau kebiasaan merokok itu tetap saya teruskan. Mungkin sekarang saya sudah menjadi perokok berat! Waduh, tak bisa saya bayangkan!

Memang sulit sekali menghilangkan kebiasaan merokok. Apalagi kalau sudah ketagihan dan menjadi bagian dari gaya hidup. Sehari atau setengah jam saja tak merokok, rasanya tak enaklah hidup ini. Apapun yang dilakukan kayaknya tak semangat dan tidak plong. Itu sih kata teman-teman saya yang perokok. Bahkan ada pepatah yang mengatakan, makan boleh tak ada, tapi rokok tetap harus nyala. Begitulah zat nikotin dan zat-zat racun lainnya yang terkandung dalam sebatang rokok telah menghipnotis para pecandu dan pemujanya. Kalau sudah begini akan susah untuk behenti.

Saya sangat setuju jika ada yang bilang siapa pun tidak berhak melarang seseorang merokok. Merokok adalah hak privacy. Tapi jangan lupa juga, tidak seorang pun juga dapat memaksa seseorang untuk merokok. Keputusan merokok atau tidak merokok juga adalah hak privacy seseorang. Jadi antara perokok dan orang yang tidak merokok haruslah saling menghormati. Sejatinya, ketika seseorang merokok, maka semestinya harus melihat lingkungan sekitarnya. Jangan sampai gara-gara kebiasaan merokok itu bisa membuat hak orang lain yang tidak biasa merokok terlanggar. Inilah yang saya sebut cara santun merokok. Jadi, tak ada satu kekuatan manusia yang bisa membatasi hak seseorang untuk merokok atau tidak merokok, kecuali kesadarannya sendiri.

Saat ini sudah banyak yang sadar betapa bahayanya rokok dan akibat yang ditimbulkannya dari segi kesehatan. Termasuk di level institusi pemerintahan. Seperti Provinsi DKI Jakarta misalnya telah mengeluarkan peraturan Nomor 2 tahun 2005 tentang larangan merokok di tempat umum. Siapa saja yang melanggar, bisa dijatuhi hukuman enam bulan penjara dan denda hingga Rp 50 juta. Peraturan ini kemudian diperbaharui lagi dengan dikeluarkannya Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No.88/2010 tentang Perubahan Pergub No.75/2005 tentang Kawasan Dilarang Merokok. Tapi faktanya, peraturan hanyalah peraturan, berlakunya tidak efektif. Seperti anjing menggonggong kafilah berlalu. Kebiasaan merokok tetap saja berlangsung meski telah dilarang di tempat umum.

Baru-baru ini PT Aceh Media Grafika (AMG), tempat saya bekerja juga mengeluarkan satu peraturan tegas larangan merokok di ruangan kantor. Surat yang ditandangani Dirut PT AMG ini mulai berlaku 8 Nopember nanti. Sebetulnya sudah sejak dulu saya berharap peraturan ini dikeluarkan. Tapi baru kali ini benar-benar terwujud. Setiap karyawan atau mereka para wartawan, redaktur di jajaran redaksi dilarang merokok di ruang berpendingin udara. Tentu saja peraturan ini memberi dampak bagi staf redaksi yang perokok berat. Mereka harus siap-siap untuk puasa merokok. Setidaknya saat berada di ruangan.

Peraturan ini semata demi keselamatan bersama. Karena selama ini kepulan asap rokok terasa begitu parah dan menyesakkan dada, hingga membuat seisi ruangan penuh dengan racun paru-paru yang terhirup oleh siapa saja, termasuk mereka yang tak pernah merokok (perokok pasif) alias hanya menikmati asapnya saja.

Nah, sebagai alternatif, para karyawan perokok berat kabarnya akan disediakan satu tempat di luar kantor, semacam kamar kecil. Di sana mereka boleh merokok sepuasnya. Ada kabar, kamar merokok itu akan dibangun di luar kantor dekat tempat pembuangan sampah (kamar buangan?) Tapi ada juga saran di pos jaga satpam. Entah mana yang benar.

Atau jangan-jangan tidak ada kamar khusus sama sekali alias bebas merokok di luar asal tidak dalam ruangan kantor. Mungkin alternatif tidak ada kamar khusus merokok ini ada baiknya juga, agar bisa menjadi pelajaran. Setidaknya, mereka sadar bahwa merokok itu kebiasaan tidak "terhormat" sehingga tidak perlu ada kamar khusus. Seiring dengan itu, diharapkan paradigma berpikir tentang rokok juga berubah secara berlahan. Bahwa, alangkah indahnya hidup ini kalau kita tidak merokok. Badan sehat, uangpun hemat.

So, saya sangat mengapresiasi peraturan itu. Secara tidak langsung kebijakan tersebut akan menyelamatkan para karyawan lainnya dari racun paru-paru yang selama ini entah berapa banyak sudah terhirup. Kita lihat saja seberapa ekfektifkah peraturan itu berjalan. Jadi jangan lupa teman-teman, mulai 8 Nopember nanti, yuk kita berhenti merokok.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Selingkuh, Pejabat dan Istri Simpanan

Gie, Dona Dona dan Aku