Ketika Irwandi Menggebrak Meja (2)



RUBICON yang dikemudikan Irwandi Yusuf, terus membelah kegelapan malam. Dari balik lensa kaca mata, Irwandi tampak cukup awas dan hati-hati di setiap tikungan jalan yang licin di tengah guyuran hujan lebat, mengikuti mobil Vorijder yang memandu di depannya


Dari kejauhan sana, sorot lampu rumah penduduk Nagan Raya mulai terlihat berpendar. Tiba di sebuah tikungan, mobil berbelok kiri masuk ke dalam satu bangunan yang tampak baru setengah jadi. Inilah bangunan Panti Asuhan Anak, Suka Makmue, Nagan Raya.

Jalan yang berlumpur tak menghalangi Irwandi bertemu dengan para pekerja proyek di base camp tempat mereka tinggal. “Nyoe pajan ek lheuh? Peue ek lheuh bak akhe thon nyoe? (Ini kapan selesai? Apakah bisa selesai akhir tahun ini?),” tanya Irwandi.

Dalam sidak yang turut didampingi Ketua P2K APBA, Taqwallah, Gubernur Irwandi tampak mengamati konstruksi bangunan di depannya. Seorang lelaki kemudian menuangkan secangkir kopi dari dalam plastik. Irwandi meneguknya beberapa kali. Ada kehangatan meresap di tengah malam yang dingin itu.

Dari kontruksinya, Panti Asuhan Anak senilai Rp 1,68 miliar ini sudah rampung 65 persen. Namun sesuai target, sebetulnya proyek ini harus selesai Desember 2011. “Peu kira-kira ek selesai? Miseue selesai teken bak keureutah (Apa kira-kira bisa selesai? Kalau selesai teken di atas kertas),” ujar Irwandi.

Taqwallah lalu menyodorkan lembaran kertas kuarto berisikan pernyataan bahwa kontraktor akan menyelesaikan pembangunan proyek itu akhir Desember ini. Kertas bermaterai yang mulai basah terkena hujan itu pun digilir untuk ditandatangani pelaksana proyek, penanggung jawab dan konsultan.

Ini bukan proyek pertama yang ditinjau Irwandi. Bahkan ada yang berakhir dengan ketegangan. Kerena sudah larut malam seusai meninjau proyek Panti Asuhan, Irwandi memanggil sejumlah pengelola proyek ke sebuah warung kopi di depan RSUD Nagan Raya.

Rupanya salah satu kontraktor tidak hadir dan hanya mengutus orang lapangan. Mengetahui itu Irwandi langsung menggebrak meja. “Ho bos kah? Kon ngon kah lon peureulee (Mana ketua kalian? Bukan dengan kalian saya perlu),” kata Irwandi dengan nada tinggi. Semua orang yang ada di warung saat itu tampak kaget, terdiam.

Taqwallah berusaha memberi penjelasan, namun tak dihiraukan Irwandi. Akhirnya Irwandi meminta pelaksana proyek yang tidak hadir menghadapnya di Banda Aceh.

Perburuan para kontraktor nakal tidak berhenti di sini. Dalam perjalanan menuju Subulussalam, sebuah ketengangan kembali kerjadi. Kali ini mendadak mobil berhenti tepat pukul 21.30 WIB. Irwandi melihat sebuah bangunan dalam kegelapan malam. Kondisinya memperhatinkan.

Inilah bangunan Terminal Tipe C di Desa Krueng Luas, Kecamatan Trumon Timur, Aceh Selatan. Meski sudah rampung, namun terminal ini terbengkalai, sudah ditumbuhi ilalang. Letaknya jauh dari pemukiman.

Melihat kondisi ini, Irwandi naik pitam. Keluar dari mobil ia menelpon Kepala Dinas Perhubungan Komunikasi Informasi dan Telematika (Dishubkomintel) Aceh Yuwaldi Away. Dari suara telepon yang dibesarkan load speaker-nya, terjadilah percakapan berikut:

Irwandi: Pat gata? (Di mana kamu?).

Yuwaldy: Di Singapura pak (Di Singapura pak).

Irwandi: Peuna ka peugoet terminal di Labuhan Haji? (Apa ada kau bangun terminal di Labuhan Haji?).

Yuwaldi: Na pak (Ada pak).

Irwandi: Lam gampong, peu lam kota? (Dalam kampung atau kota).

Yuwaldi: Lam gampong pak (Dalam kampung Pak).

Irwandi: Lam kawasan penduduk peu kon? (Dalam kawasan penduduk atau bukan?).

Yuwaldi: Nyan usulan masyarakat pak, dan tanoh disediakan pemerintah kota di sinan. (Itu usulan masyarakat Pak, dan tanahnya disediakan Pemerintah Kota setempat).

Irwandi: Droen neu amin mantoeng. Hana kapike watee ka peugot, soe yang jak kuenoe? Nyoe kon binatang. Ka kabupaten bangai, dak meudeh gata yang di provinsi bek bangai le. Pajan tawoe tuema? (Jadi kamu setuju saja. Apa tidak kamu pikir waktu membuatnya, nanti siapa yang datang? Ini bukan hewan. Sudah kabupaten bodoh, seharusnya kamu yang dari provinsi jangan lagi bodoh. Jadi kapan pulang?).

Yuwaldi: Lusa pak (Lusa Pak).

Irwandi: Nyan watee kawoe, ka meurumpok dinas terkait, meupakat ubah fungsi terminal nyoe. Jeut keu rumoh sikula atawa rumoh saket. (Waktu kamu pulang nanti, temui dinas terkait. Bicarakan untuk ubah fungsi terminal ini. Bisa jadi rumah sekolah atau rumah sakit).

Yuwaldi: Jeut pak (Baik pak).

Titt... Telepon putus.

“Bandum hana yang bereh aneuk buah muesaboh pih (Tak ada yang beres anak buah satu pun),” gumam Irwandi sambil berlalu. Malam terus beranjak, Irwandi kembali memacu Rubicon-nya menuju Subulussalam. (ansari)


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Selingkuh, Pejabat dan Istri Simpanan

Gie, Dona Dona dan Aku