Yang Tergoda Kembali ke Pentas

BUNDELAN dokumen itu tersusun seadanya di rak, seperti tak terurus. Di sebuah dinding ruangan bawah yang disekat jadi dua, tampak tergantung naskah ikrar kader Partai PDIP. Beberapa sisi kertasnya mulai kuning, lusuh dalam bingkai kaca. Dari ‘markas’ ruko sewaan ini, di Jalan Mr Muhammad Hasan, Banda Aceh, Karimun Usman mengendalikan aktivitas partainya. “Selama masih bernapas, saya akan tetap berpolitik,” katanya kepada Serambi, Selasa 4 Februari 2014.

Bagi sebagian orang, politik seperti sudah menjadi dunianya, meski berisiko nyawa taruhan. Karimun salah satunya. Ibarat tim sepakbola, ia juga bisa dibilang sudah berpangkat pemain senior. Usianya sudah 71 tahun. Banyak asam garam telah ia rasakan. Pada Pemilu Legislatif (Pileg) 2014, mantan birokrat di Departemen Pekerjaan Umum ini kembali maju menjadi caleg DPR RI Dapil Aceh II. Pileg 1999 silam sukses membawanya duduk di kursi DPR RI lewat PDIP. Namun ia terganjal meraih kursi yang sama pada Pileg 2009. “Saya maju lagi kali ini,” kata Ketua PDIP Aceh ini.

Politik memang seksi dan penuh dinamika. Apalagi menjadi anggota dewan, sebuah prestise yang indentik dengan jabatan dan kekuasaan. Bermacam fasilitas, uang, mobil, rumah dengan mudah diperoleh. Tak heran banyak yang berhasrat ingin duduk di kursi lembaga terhormat itu, meskipun berkali-kali menuai kegagalan.

Serambi menelusuri sejumlah politisi yang pernah mencalonkan diri pada Pileg 2009, namun mereka gagal dalam pemilihan. Tapi hebatnya, beberapa di antara mereka kembali ke pentas mengadu peruntungan di Pileg 2014. Selain Karimun Usman, ada sederetan nama lainnya.

Thamrin Ananda, misalnya. Mantan aktivis jalanan ini menggunakan Partai Nasional Aceh (PNA) sebagai tunggangan politiknya. Thamrin didapuk di nomor urut 9 untuk Caleg DPRA di Dapil 2. Pada Pileg 2009, Thamrin maju lewat Partai Rakyat Aceh (PRA), tapi gagal meraih kursi.

“Waktu itu saya hanya dapat sekitar tiga ribu suara,” ujarnya. Thamrin kemudian meninggalkan PRA, dan bergabung ke PNA bersama mantan gubernur Irwandi Yusuf.

Lain pula TAF Haikal, Caleg DPR RI Dapil Aceh I Partai Nasdem. Pada Pileg 2009, TAF Haikal yang ketika itu diusung PAN juga gagal mendapat kursi dalam pemilihan anggota DPR RI. Pada 2013, kabar mengejutkan tersiar. TAF Haikal memilih hengkang dari PAN.

“Setelah tidak lagi di PAN, saya berniat off (berhenti-red) dari politik. Tapi banyak teman-teman dari partai lain yang menemui saya minta bergabung, termasuk Nasdem. Ya, bisa dibilang saya ‘tergoda’ dengan Nasdem,” ungkapnya. Bersama partai besukan bos Media Grup, Surya Paloh ini, TAF Haikal mengaku ingin mewujudkan cita-cita politiknya: Memperjuangkan kepentingan Aceh di DPR. Kepada Serambi, ia membeberkan sudah menggelontorkan Rp 50 juta dalam beberapa bulan terakhir.

Di deretan nama lain, ada Khairul Amal. Punggawa Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini memilih “lompatan nekat”. Tak tangung-tanggung, ia berlaga di pentas pemilihan caleg DPR RI Dapil Aceh II setelah pada Pileg 2009 lalu gagal melaju ke DPR Aceh. “Kita partai kader, menerima dimana saja ditempatkan,” kilahnya.

PKS, baginya, bukan sekadar partai, tapi juga rumah berdakwah. Kader PKS yang dikenal loyal dan fanatik, banyak membantu memperkenalkannya kepada konstituen di 8 kabupaten/kota. “Kalau ada 300 kader di tiap kabupaten/kota, itu sudah sangat membantu,” katanya.

Khairul Amal mengaku tidak khawatir pengalaman Pileg 2009 terulang kembali pada Pileg 2014. “Namanya saja usaha. Terpilih atau tidak, nggak bisa diukur sekarang. Cara terbaik adalah, pemilih harus mengenal langsung calonnya, jadi tidak memilih kucing dalam karung,” tegasnya.

Hj Nurhayati adalah nama lain dari sederetan politisi yang kembali bertaruh nasib di Pileg 20014. Mantan Ketua DPD PAN Banda Aceh ini sebelumnya sukses meraih kursi di DPRK Banda Aceh pada Pileg 2004-2009. Namun ia terganjal pada Pileg 2009. Tak patah semangat, ibu lima anak ini kembali terjun ke pentas politik. Naik satu tingkat, ia maju sebagai caleg DPRA Dapil 1 dari PAN.

Sebagai politisi yang juga aktivis sosial, ia juga mengusung misi “perubahan” khsususnya untuk perempuan, pendidikan dan kesehatan.

“Masyarakat harus lebih cerdas memilih, dengan mengenali calon yang bisa diharap dan amanah” ujar Pimpinan Wilayah Aisyiyah Aceh ini.  Selain Nurhayati, ada juga Raja Radan. Politisi Partai Golkar ini justru memilih turun tangga. Sebelumnya ia menjadi caleg DPRA pada Pileg 2009, tapi tak terpilih. Kali ini Raja Radan mencoba peruntungan menjadi caleg DPRK Banda Aceh di Dapil 5. Pengalaman gagal pada Pileg 2009, masih membekas di benaknya. “Waktu itu saya banyak habis duit hampir Rp 50 juta keliling ke sana-sini. Tapi nyatanya tidak banyak suara yang saya dapat,” ujarnya.

Merasa uang bukan segalanya, kini mantan birokrat di Dinas Syariat Islam Banda Aceh ini tak mau lagi menghamburkan uang. “Sekarang saya lebih memilih bertemu langsung dengan warga,” ujarnya. Tapi ia masih khawatir soal politik uang. “Pemilih sekarang menganggap siapa yang memberi uang, itu yang mereka pilih,” katanya. Kalau memang juga tidak terpilih lagi, Raja Radan sudah berniat berhenti dari politik. “Usia saya tak memungkin lagi untuk maju.” (*)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Selingkuh, Pejabat dan Istri Simpanan

Gie, Dona Dona dan Aku