Diburu Warga Biasa sampai Pejabat
Di jemari AKP Ibrahim Prades melingkar enam cincin bertahtakan batu mulia jenis safir, blue safir, zamrud, rubi, dan akik merah darah. Hanya yang terakhir yang berasal dari kekayaan negeri berjuluk zamrud khatulistiwa, Cilacap. Selebihnya telah bertajuk mustika dan diperoleh Prades dari teman yang melawat ke Kolombia, Rusia, Afrika Selatan, dan Myanmar.
Batu mulia yang datang dari berbagai penjuru dunia itu selain bercitarasa seni tinggi, konon juga dipercaya memiliki kekuatan mistis yang membuat pemakainya kebal peluru.
“Saya mengoleksi batu mulia sejak 20 tahun belakangan. Dulu saya dikatai gila dan berpenampilan seperti dukun. Padahal, dalam Islam sendiri khadam terhadap batu seperti halnya Hajaral Aswad. Orang-orang sekarang baru gila giok,” tutur Prades sembari terkekeh, terngiang komentar orang-orang terhadapnya.
Sejak pesona giok menggeliat di Bumi Aceh banyak kalangan yang jatuh hati pada kilauannya. Tidak hanya warga biasa, demam giok dan berbagai jenis batu mulia lainnya belakangan menjalar ke kalangan pejabat, eksekutif muda, wartawan, PNS hingga karyawan BUMN sekalipun.
Parades yang ditemui Serambi, Selasa (9/12) lalu di sela-sela kesibukannya mengawal aksi demo di DPRA, boleh dikatakan salah satu sosok pria penggila batu mulia yang sudah malang-melintang di dunia batu berharga itu.
Kapolsek Kuta Alam, Banda Aceh, ini terlihat fasih bercerita tentang aneka batu mulia koleksinya. “Kalau untuk giok, dari Nagan Raya adalah primadonanya. Istimewanya terletak pada warnanya dan dinamai sesuai karakter (solar, biosolar, spot light). Gaungnya sudah ke mana-mana, bahkan turis AS yang berkunjung ke Aceh juga tertarik membeli,” ulas Prades yang dijuluki “Raja Batu”.
Karena karakter dan citarasa seni yang tinggi itu pula menjadikan harga jual sebuah cincin bernilai fantastis. Parades mengaku hanya akan melepas cincin koleksi jika dihargai senilai ratusan juta atau setara dengan mobil Mercedes Benz. Sedangkan batu mulia jenis zamrud dari Kolumbia seharga Rp 500 juta yang dimilikinya menjadi yang termahal dan melingkar manis di jari sang istri.
Mengulik lemari koleksi Prades, terdapat ribuan batu mulia yang memancarkan kemilau. Bebatuan itu khusus dipajang mempermanis ruangan atau hanya untuk dijadikan cenderamata kepada sahabat atau kerabat.
Prades menuturkan satu di antara koleksinya berupa batu sepasang manusia yang didapatnya dari Tiro, Pidie. Menurut legenda yang berkembang, batu itu merupakan jelmaan raja dan ratu tempo dulu. Pembaca boleh percaya boleh tidak.
Kemilau batu mulia Aceh juga menyinari dua jari Mayjen TNI Agus Kriswanto, Panglima Kodam Iskandar Muda. Saat ditemui Serambi di ruang kerjanya, Rabu (10/12) lalu, Agus tampak antusias berbagi cerita tentang kekagumannya pada keindahan seni batu mulia asal Aceh ini. Bahkan kini dua cincin tampak melingkar indah di jari manis dan tengah pria asal Pekalongan, Jawa Tengah, ini. Keduanya berjenis cempaka madu dan giok solar. Kedua cincin berbatu mulia itu diperolehnya sebagai hadiah dari seorang anggota TNI saat berkunjung ke Teunom (Aceh Jaya) dan Nagan Raya seusai memberi arahan untuk Babinsa belum lama ini.
“Sewaktu pulang saya sempat menyalakan sinar di jari. Kelihatannya, kok saya seperti merasa keren dan tampak lebih muda lagi. Tentara kan memang harus kelihatan selalu muda,” kata Agus sambil tertawa.
“Mungkin anggota yang memberi cincin untuk saya merasa terharu setelah saya bertemu mereka. Saya menganggap pemberian ini juga bagian dari hubungan emosional, jadi bukan karena pangkat,” tutur Agus.
Sejak demam giok melanda Aceh, Agus akhirnya ikutan mengoleksinya. Meskipun belum terbilang banyak, namun Pangdam IM ini mengaku sudahh memiliki beberapa koleksi batu biok.
“Pertama kali saya pakai idocress, tapi kayaknya belum matang. Kemudian saya dapat solar, dan akhirnya saya jadi tertarik ikut mengoleksi beberapa,” kata Agus yang memiliki koleksi batu jenis idocrass, solar, lavender, dan cempaka madu.
Menurut Agus, sebuah benda bernilai seni tidak dapat dihargai dengan materi, termasuk batu mulia yang banyak diganderungi orang Aceh kini. “Selama benda itu kita suka, maka nilainya tidak bisa diukur dengan materi. Maka rakyat Aceh patut bersyukur karena memiliki kekayaan alam yang luar biasa yang jarang ada di tempat lain,” ungkap Pangdam.
Kilauan sinar giok ternyata tidak hanya sebatas buah bibir. Beberapa kalangan justru menjadikannya sebagai gaya hidup atau meningkatkan perfomance (penampilan) di tempat kerja. Beberapa kalangan di antaranya juga menjadikannya sebagai hobi dengan membentuk komunitas pencinta batu mulia beranggotakan sesama rekan kerja.
“Sekarang saya bersama teman-teman sudah ada kelompok dengan hobi yang sama, sehingga kita tidak lagi awam kalau bicara tentang batu yang kita koleksi,” kata Zulfitri (52), seorang karyawan bank yang ditemui Serambi di lokasi Gemstone.
Sejak demam giok melanda Aceh lelaki ini juga ikut-ikutan memburu giok. “Saya rasa ini hanya soal selera. Saya baru beberapa bulan terakhir tertarik. Waktu memakainya, terasa cocok, pas dengan penampilan saya,” ujarnya.
Zulfitri kini mengaku memiliki sejumlah koleksi batu dari berbagai jenis dan harga. Bahkan, belum lama ini, ia telah membeli satu bahan batu batangan (belum diolah) seukuran satu genggam tangan pria dewasa seharga Rp 4,5 juta dari seseorang. Batu itu berjenis cempaka madu merah pekat itu memiliki sebaran serbuk ‘intan’ di dalamnnya. “Batu itu mau saya jadikan cincin, tapi belum siap lagi. Ada yang menawar beli Rp 10 juta, tapi saya tolak,” tuturnya.
Tidak hanya untuk koleksi pribadi, Zulfitri juga mengirim giok koleksinya ke teman-temannya di Lampung dan Medan, Sumatera Utara. “Mereka minta, katanya, giok Aceh kualitasnya bagus,” katanya.
Bambang Irwansyah, pegawai bank lainnya mengakui, nilai seni sebuah batu tidak dapat diukur dengan materi. “Bagi orang mungkin tidak bernilai, tapi bagi kami seni dan keindahan pada batu menjadi sebuah ukuran yang sulit dihargai dengan materi,” ujarnya.
Tidak hanya pria, wanita juga ikut deman giok. Mardiana salah satunya. Guru di sebuah SMA di Banda Aceh ini tertarik dengan giok karena memiliki aura yang berbeda dengan batu mulia lainnya. Beberapa koleksi yang dimilikinya berupa cincin, liontin, dan gelang.
“Sekarang saya juga sedang siapkan empat lagi cincin giok untuk saya kirimkan ke anak saya di Ambon,” ujar ibu ini yang ditemui Serambi di Gemstone Ulee Lheue, Banda Aceh.
Selain meningkatkan perfomance saat bekerja, batu giok diyakini juga memiliki aura magis yang dapat menyembuhkan penyakit dan melancarkan peredaran darah. “Tapi saya memakainya lebih karena ingin tampil beda saja. Saya banyak koleksi dan bisa ganti kapan saja sesuai selera,” ujar Mardiana sumringah. (ansari/rul)
Komentar
Posting Komentar