Negosiasi Buntu di Danubroto
MALAM beranjak larut. Jarum jam menunjukkan pukul 00.48 WIB. Suasana di luar rumah di Jalan Darubroto, Geuceu Iniem, Banda Aceh, Selasa malam 17 Juni 2014 tampak ramai. Sejumlah mobil berjejar parkir. Satu di antaranya Alfard BL 260 JA yang ditumpangi Gubernur Zaini Abdullah.
Malam itu, satu pertemuan penting sedang belangsung di kediaman Wali Nanggroe, Malik Mahmud Al Haytar, antara tim bersama pembahasan RPPA dan Perpres. Tim Pemerintah Aceh terlihat ada dr Zaini Abdullah, Malik Mahmud Al Haytar, Ketua DPRA Hasbi Abdullah, anggota DPRA dari Komisi A Adnan Beuransah, Wakil Ketua Komisi Nurzahri, Wakil Ketua Tim Asistensi Gubernur M Adli Abdullah, Kepala Biro Hukum Setda Aceh Edrian dan sejumlah sosok penting lainnya. Sedangkan dari Pemerintah Pusat diwakili Dirjen Otda Kemedagri Prof Djohermansyah Djohan dan beberapa staf Kemendagri.
Semula pertemuan dijadwalkan di Pendopo. Namun urung dilakukan karena Wali Nanggroe dikabarkan kurang sehat. Doto Zaini memutuskan mengajak Dirjen Otda Kemendagri Prof Djohermansyah Djohan melakukan pertemuan di kediaman Wali Nanggroe di Jalan Danubroto, kawasan Geuceu Iniem, Banda Aceh.
Sampai rapat berakhir pada Selasa dini hari, tidak ada keputusan berarti. Prof Djo juga tak berhasil meyakinkan Pemerintah Aceh agar mau kembali ke meja perundingan pasca-Zaini Abdullah menolak hadir undangan Mendagri untuk membicarakan kelanjutkan cooling down Qanun Bendera yang berakhir 16 Juni 2014. Prof Djo kemudian pulang ke Jakarta pada Selasa pagi 17 Juni 2014 tanpa membawa hasil. “Rapatnya alot. Hanya ada dua poin yang disepakati. Pemerintah Aceh sesegara mugkin akan bertemu Presiden dan semua pihak diharapkan berusaha menjaga Aceh tetap kondusif,” katanya kepada wartawan.
Pertemuan itu juga menyepakati menunda pembahasan bersama sejumlah turunan Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA) yang belum tuntas, sebelum tim pusat mempertemukan pimpinan Aceh dengan Presiden SBY.
Kepala Biro Hukum Setda Aceh, Endrian SH mengatakan, ada dua RPP dan satu Perpres yang dituntut Pemerintah Aceh agar segera diselesaikan Pemerintah Pusat seperti yang ditegaskan dalam surat ‘ultimatum’ gubernur kepada Mendagri. Yaitu Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Kewenangan Pemerintah yang Bersifat Nasional di Aceh, RPP tentang Pengelolaan Bersama Minyak dan Gas Bumi di Wilayah Kewenangan Aceh dan Rancangan Peraturan Presiden tentang pengalihan Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Aceh dan Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota Menjadi Perangkat Daerah Aceh dan Perangkat Daerah Kabupaten/Kota.
“Kita meminta agar dua RPP dan satu Perpres ini selesai sebelum berakhirnya masa jabatan Presiden SBY,” tegasnya.
Peraturan Pemerintah tentang Pengelolaan Bersama Minyak dan Gas Bumi, ditengarai masih terjadi tolak tarik kepentingan antara Aceh dan Jakarta. Termasuk dalam kaitannya pembagian hasil 70 persen untuk Aceh dan 30 persen untuk pusat, yang belum menemukan kata sepakat sampai saat ini. Wakil Ketua Komisi A DPRA, Nurzahri mengatakan, Pemerintah Aceh menghendaki pengelolaan bersama Migas di wilayah Aceh dapat dilakukan sampai 200 mil laut. Namun, tampaknya pemerintah pusat masih enggan memberikan persetujuannya hingga 200 mil laut. Negosiasinya berlangsung alot. Sebuah kopian surat yang dimiliki Serambi tertanggal 22 Desember 2010, yang diteken Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, M Hatta Rajasa, menegaskan bahwa kewenangan pengelolaan sumber daya alam minyak dan gas bumi yang berada di wilayah kewenangan Aceh hanya sampai 12 mil laut. Untuk 12 mil laut ini pun, seperti dijelaskan dalam surat Hatta Rajasa ini, dikelola bersama antara pemerintah pusat dan pemerintah Aceh. Inilah yang membuat gusar Zaini Abdullah.
Konon, Gubernur Zaini Abdullah kini tak mau mengeluarkan izin survei yang menjadi kewenangan Pemerintah Aceh di bidang minyak dan gas, sepanjang belum diakomodir dan tuntasnya RPP tentang pengeloalan minyak dan gas bumi di Aceh.
Sebelumnya, beberapa perusahaan migas nasional dan internasional--yang disinyalir selama ini diback-up oleh ‘mafia migas’ dan pejabat Indonesia--melakukan sejumlah survei migas di lepas pantai kawasan Aceh.(ansari)
Komentar
Posting Komentar